RAKYATCIREBON.ID -Keberhasilan Desa Lengkong Kulon Kecamatan Sindangwangi dalam pengelolaan sampah ternyata menarik perhatian para kepala desa di Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu.
Dipimpin langsung Camat Anjatan, Rory Firmansyah SSTP MSi, 13 Kepala Desa se Kecamatan Anjatan berkunjung ke lokasi pengelolaan sampah Desa Lengkong Kulon yang dibina oleh BUMDes Mekar Jaya.
Para Kades melihat secara langsung pola pengelolaan sampah di desa penghasil batu ukir itu.
Rory mengatakan, persoalan sampah merupakan salah satu persoalan klasik yang saat ini menjadi keluhan hampir di seluruh desa di kecamatan.
Pihaknya tertarik dengan pengelolaan sampah di Desa Lengkong yang saat ini menggunakan mesin penghancur sampah yang ramah lingkungan dan mampu membakar sekitar 1 ton sampah setiap harinya.
“Pada intinya selain ingin bersilaturahmi dengan warga di Desa Lengkong Kulon ini, kami ingin sharing dan berbagi pengalaman tentang pengelolaan sampah. Sekaligus melihat lebih dekat mesin pengolahan sampah yang ada di desa ini,” kata Rory kepada Rakyat Cirebon, Minggu (19/12).
Sementara itu, Camat Sindangwangi, Bani Fadilah Ranandar SSTP MAP menjelaskan, di Kecamatan Sindangwangi terdapat sepuluh desa, dan masuk sebagai kecamatan wisata.
Dimana, kata dia, hampir di seluruh desa di kecamatannya memiliki objek wisata yang bisa dikunjungi. Bahkan ada beberapa lokasi wisata yang sempat menjadi juara tingkat provinsi dan nasional. Seperti Curug Cipeuteuy.
Selain mengembangkan wisata, kata dia, Desa Lengkong Kulon juga mengembangkan sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat, yang sudah berjalan sejak tahun 2016.
“Wilayah Kecamatan Sindangwangi merupakan kawasan wisata, yang tentunya harus memiliki sistem pengelolaan sampah terpadu, dan kebetulan Desa Lengkong Kulon merupakan desa pertama di kecamatan ini yang memulai terobosan itu,”ucapnya.
Ketua BPD Desa Lengkong Kulon, Soepardi SPd menuturkan, sistem pengolahan sampah terpadu berbasis masyarakat di desanya, bermula pada tahun 2010, tentang Lengkong Kulon zero waste atau lengkong Kulon bebas sampah.
Kemudian, kata dia, baru teraplikasikan di tahun 2016, dengan didanai dari dana desa sebesar Rp 30 juta untuk membangun mesin penghancur sampah.
“Namun mesin tersebut ternyata masih menimbulkan persoalan, terutama terkait asap pembakaran yang menimbulkan polusi udara,” tandasnya.
Sehingga di tahun anggaran tahun 2018-2019 diputuskan untuk menggunakan mesin yang lebih modern, dan program tersebut sempat terhenti akibat pandemi Covid-19 dan baru terealisasi di akhir tahun 2021 ini.
“Sistem pengelolaanya dilakukan sepenuhnya oleh Bumdes, dimana kedepan direncanakan selain mesin penghancur sampah, di desa ini juga akan dibangun mesin pembuatan pelet berbahan baku limbah organik, dan bata pres berbahan baku abu pembakaran sampah,”pungkasnya. (pai)