Santana Kesultanan Cirebon Tak Akui Luqman dan Rahardjo

Jumat 20-08-2021,14:00 WIB
Reporter : Iing Casdirin
Editor : Iing Casdirin

RAKYATCIREBON.ID - Konflik Keraton Kasepuhan antara PRA Luqman Zulkaedin dan Rahardjo Djali mendapat perhatian banyak pihak. Salah satunya Ketua Buhun Pemangku Adat Tertinggi Nusantara Santana Kasultanan Cirebon dan Laskar Maung Bodas, Rd Heru Rusyamsi Aryanatareja. Dia meminta pemerintah hadir memberi solusi atas kisruh yang terjadi.

Kepada para awak media, Rd Heru mengaku membawa beberapa permintaan untuk pemerintah Kota Cirebon. Salah satunya, mendesak pemerintah untuk memediasi konflik di Keraton Kasepuhan. Karena menurutnya, ini bukan lagi konflik internal, sehingga pemerintah harus hadir.

\"Kami meminta, agar keraton dikosongkan dulu. Lalu kami ingin keraton diaudit pemerintah. Mediasi harus ditengahi pemerintah. Karena terjadi banyak penyalahgunaan di dalamnya. Salah satunya dibentuk Keraton Kasepuhan sebagai PT. Itu sudah salah,\" ungkap Rd Heru.

Menyoal dua sultan yang sama-sama sudah dinobatkan, lanjut Rd Heru, para dzurriyat Kanjeng Sinuhun menolak keduanya. Karena menurut para dzurriyat, turunan asli sudah terputus sejak Sultan Sepuh V.

\"Jelas, kami menolak dan tidak mengakui status keduanya. Termasuk Sultan Aloeda. Polmak itu polmak, tidak bisa jadi sultan. Kami minta dikosongkan, karena kekosongan sultan tidak mempengaruhi perekonomian Kota Cirebon. Para dzurriyat ini tidak mengakui keduanya,\" tegas Rd Heru.

Para dzurriyat asli kanjeng Sinuhun, dijelaskan Rd Heru, keluar dari keraton sejak Sultan Sepuh V, sehingga Rahardjo Djali yang mengaku merupakan turunan dari Sultan Sepuh XI juga bukan turunan asli.

\"Komitmen dalam perjuangan kami, konflik takhta itu ada di dalam keraton yang ditinggali oleh keluarga mereka saja. Kami para dzurriyat semua keluar dari keraton. Saya ada satu peninggalan yang tersambung dengan Cirebon. Jadi kami bersuara punya dasar dengan para sentana kesultanan. Berdasarkan pepakem, jumenengan harus di keraton di bangsal khusus. Nah ini Rahardjo jumenengan di rumah sendiri.  Jadi tidak sah, pepakem atau tatanan tidak dia pakai,” kata Rd Heru.

Ditegaskan Rd Heru, para sentana dan dzurriyat hanya ingin mengambil kembali rumah mereka. Sehingga tidak ada urusan dengan perebutan kekuasaan. Maksud mereka mengambil kembali adalah untuk menata dan merapikan kembali keraton. Baik dari sisi manajemen pengelolaan maupun kondisi fisik. Baru setelah semua kembali rapi, para pini sepuh majelis adat tertinggi.

\"Kami minta pemerintah hadir melakukan audit, lalu menginventarisir seluruh aset. Karena diduga ada temuan penyalahgunaan, baru kita rapikan tatanannya. Rapikan manajemen sampai bagian administrasi, baru isi orang-orangnya. Siapa sultan dan patihnya, kita ada majelis adat tertinggi. Merekalah yang akan menentukan, siapa yang berhak menduduki kursi sultan, bukan ranah kami,\" imbuhnya. (sep)

Tags :
Kategori :

Terkait