RAKYATCIREBON.ID – Surat berkop DPRD Kota Cirebon yang berisi penawaran sponsorship atau donatur ke perusahaan dan instansi pemerintahan tidak hanya beredar di Kota Cirebon. Perusahaan swasta di Kabupaten Cirebon juga turut “disambangi” surat yang beberapa hari terakhir ini bikin geger.
“Memang awalnya itu dari salah satu perusahaan di Kabupaten Cirebon mengonfirmasi ke saya terkait surat tersebut. Saya bilang, jangan ditanggapi dulu, khawatirnya palsu,” ungkap Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Cirebon, HP
Yuliarso BAE.
Berdasarkan pengakuan pihak perusahaan yang dapat surat tersebut, pihak ketiga yang membuatkan spanduk, baliho dan sejenisnya bermaterikan sosialisasi larangan mudik, menawarkan nilai sponsor atau donasi di angka jutaan rupiah.
“Antara Rp3-6 juta. Nanti perusahaan itu dibuatkan spanduk dan sejenisnya untuk sosialisasi larangan mudik, katanya
begitu,” ujar Yuliarso.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) DPRD Kota Cirebon, Agung Supirno SH dalam keterangan tertulisnya menyampaikan, surat yang ditandatangani Ketua DPRD Kota Cirebon, Affiati SPd dengan maksud penawaran sponsorship atau donatur, dipastikan bukan produk resmi kelembagaan.
Mengacu pada Tata Tertib DPRD Nomor 1 Tahun 2018, setiap keputusan maupun kebijakan haruslah diambil secara kolektif kolegial, bukan perorangan. Agung menilai, keputusan yang telah diambil dan dilakukan oleh ketua DPRD melalui surat berkop dan dilekati stempel resmi DPRD tersebut tidak bisa dibenarkan.
Selain sifatnya penawaran untuk menghimpun dana dari perusahaan dan instansi pemerintahan hanya untuk pembuatan spanduk, baliho dan sejenisnya, terbitnya surat itu juga tidak didasari mekanisme pengambilan keputusan secara resmi melalui persetujuan anggota DPRD, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Tata Tertib DPRD.
“Kesannya meminta sumbangan kepada perusahaan dan instansi pemerintahan. Hal ini sangat tidak dibenarkan. Bahkan membuat citra lembaga ini menjadi buruk. Jelas juga bahwa tindakan tersebut di luar fungsi, tugas dan wewenang DPRD sebagaimana amanat Pasal 4 dalam Tata Tertib DPRD,” ungkap Agung.
Agung memastikan, jika persoalan ini tidak terbongkar, maka tidak ada pihak yang dapat mengetahui berapa banyak uang yang dihimpun dari aktivitas tersebut. Persis hanya yang merancang dan melaksanakan kegiatan tersebut. Di dalam proposal penawaran yangsudah beredar tersebut tercantum nomor rekenining pihak ketiga.
“Beruntung beberapa perusahaan mengonfirmasi kebenaran surat tersebut ke beberapa anggota dewan. Kita awalnya curiga surat itu palsu. Tapi ketua DPRD mengakui surat itu benar ditandatanganinya dan pihak ketiga juga sudah mengakui sekitar 60 surat telah beredar,” jelasnya.
Menurut pria yang juga anggota Komisi II DPRD itu, guna menyelesaikan persoalan ini diperlukan ketegasan Badan Kehormatan (BK) DPRD dalam menyikapi laporan atau aduan dari masyarakat, sebagaimana mengacu peraturan perundang-undangan. Agar tidak menjadi preseden buruk ke depan, Agung berharap BK DPRD bisa melakukan kajian dan menindaklanjuti laporan maupun aduan masyarakat.
“Karena menurut saya tindakan yang telah dilakukan oleh ketua DPRD sudah offside terhadap Tata Tertib DPRD Kota Cirebon. Offside dimaksud karena dalam Pasal 116 huruf (g) jelas mengatur, anggota DPRD mempunyai kewajiban menaati tata tertib dan kode etik,” katanya.
Oleh karena tindakan ketua DPRD dilakukan tanpa mekanisme kelembagaan, Agung menilai, tidak tepat jika ada pihak-pihak yang menganggap kesalahan tersebut menjadi kesalahan kolektif anggota DPRD Kota Cirebon, sebagaimana diungkapkan mantan Sekretaris DPC Partai Gerindra Kota Cirebon yang kini menjadi kader PDI Perjuangan, H Heru Cahyono.