MAJALENGKA - Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati Majalengka siap menampung helikopter pemadam kebakaran hutan.
Hal itu sebagai tindak lanjut upaya pemerintah pusat dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) agar helikopter water bombing bisa parkir di Bandara Kertajati, Jawa Barat.
VP of Corporate Secretary & Public Communication BIJB, Handika Suryo mengatakan pada prinsipnya manajemen dan secara operasional siap jika mendapatkan penugasan dari Pemerintah Pusat terkait dijadikannya bandara sebagai hanggar helikopter pemadam Karhutla.
Namun, sejauh ini pihaknya masih menunggu instruksi atau arahan dari Kementerian Perhubungan sebagai tindak lanjut hal tersebut.
\"Kalau untuk lokasi nanti pastinya kita akan koordinasi dengan Angkasa Pura 2 (AP2) dulu sebagai operator bandara,\" ujar Handika.
Yang jelas, kata dia, pihaknya sudah siap jika ditunjuk menjadi tempat singgahnya helikopter pemadam Karhutla tersebut. Dengan nantinya, tetap memperhatikan aktivitas penerbangan reguler. \"Juga sesuai dengan prinsip safety, security, service, dan compliance (3S 1C),\" ucapnya.
Saat ini, Handika menambahkan, aktivitas di bandara sendiri lebih kepada penerbangan kargo. Yang mana, maskapai Garuda Indonesia melayani penerbangan kargo tersebut di setiap hari Selasa siang.
\"Untuk saat ini penerbangan komersil belum dilakukan, ya semoga saja segera agar perekonomian kembali tumbuh dan pandemi Covid-19 segera berakhir,\" jelasnya.
Seperti diketahui, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo mengusulkan kepada Menko Polhukam Mahfud MD agar helikopter water bombing bisa parkir di Bandara Kertajati, Jawa Barat.
Armada itu digunakan untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dengan cara menyiramkan air secara langsung di titik api
Selama ini Indonesia mendatangkan helikopter water bombing dari Rusia, AS, Australia, dan sejumlah negara di Eropa lantaran belum memiliki armada tersebut.
Namun, setelah bertugas helikopter tersebut harus segera dikembalikan ke negara asalnya. Hal itu membuat pemerintah mengeluarkan dana besar untuk mendatangkan maupun mengembalikan armada tersebut ke negara asalnya hingga miliaran rupiah.(hsn)