Membongkar Misteri Penerbitan SP3 Kasus Lama

Minggu 29-12-2019,06:21 WIB

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus, misalnya, mengatakan bahwa ketentuan batas waktu penyidikan paling lama dua tahun bukan syarat satu-satunya yang dapat dijadikan alasan SP3 oleh penyidik atau penuntut umum KPK, melainkan sebagai syarat tambahan di sampaing syarat-syarat SP3 sebagaimana sudah diatur di dalam Pasal 109 Ayat 2 KUHAP.

Apakah dengan kewenangan itu akan timbul kekuatiran bahwa KPK berpotensi mengobral SP3, bila dikaitkan dengan hukum supply and demand? Yaitu adanya kewenangan untuk menghentikan penyidikan dan penuntutan yang bisa ditawarkan di satu sisi dan adanya tuntutan dari orang-orang yang berperkara agar kasus yang dihadapinya cepat selesai. Bila hal ini yang berlaku, maka tidak akan pernah ada penegakan hukum yang jujur dan adil di republik ini. Karena hal ini rentan untuk disalahgunakan dengan motif ekonomi maupun politik. 

Padahal, menurut draf revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang sudah disahkan menjadi undang-undang, KPK bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan‎ (SP3), sebagaimana diatur dalam Pasal 40.

Anggota Panja Revisi UU KPK DPR RI, Taufiqulhadi mengatakan, aturan mengenai penerbitan SP3 itu diperlukan guna memberikan kepastian hukum. Pasalnya menurutnya, selama ini ada beberapa orang berstatus tersangka, namun kasus hukumnya belum jelas. Karena itu SP3 ini perlu dipertegas penerbitannya dalam rangka menjamin kepastian hukum, dengan adanya kewenangan yang diberikan kepada KPK. (*)

Note: Penulis Moh. Yasin Batulowe adalah pengamat dinamika polik, hukum, dan masyarakat.

Tags :
Kategori :

Terkait