RAKYATCIREBON.ID-Jenderal Fachrul Razi menjadi menteri paling heboh. Sejak dilantik, dia banyak mengeluarkan pernyataan yang bikin heboh dan kontroversi. Mulai dari celana cingkrang sampai yang terbaru sertifikat majelis taklim.
Sorotan terhadap Fachrul sudah muncul sejak ia dilantik 20 Oktober lalu. Sebagian ormas Islam saat itu memandangnya dengan sebelah mata. Mereka ragu eks Wakil Panglima TNI itu bisa memimpin Kementerian Agama (Kemenag) karena dianggap tak punya latar belakang keislaman yang kuat. Padahal dia punya tugas berat dari Presiden Jokowi, yaitu memberantas radikalisme.
Disorot begitu, Fachrul seperti tak peduli. Malah, merespons dengan mengeluarkan pernyataan yang heboh. Paling heboh adalah wacana pelarangan ASN mengenakan celana cingkrang dan cadar. Kritikan publik terhadap Fachrul makin menjadi-jadi. Belakangan Fachrul melunak. Dia bilang suka juga pakai celana cingkrang.
Setelah celana cingkrang dan cadar, Fachrul bikin heboh lagi dengan mengeluarkan wacana sertifikasi ulama. Sejauh ini, dia mengatakan, program Ulama Bersertifikat itu masih digodok Kemenag. Pihaknya tengah merumuskan standar-standar apa yang akan diterapkan dalam sertifikasi tersebut.
Baru reda polemik sertifikat ulama, sorotan kepada Fachrul datang lagi. Kali ini, gara-garanya adalah terbitnya Peraturan Menteri Agama Nomor 29 Tahun 2019. Aturan yang diteken pada 13 November 2019 mengharuskan majelis taklim mendaftarkan diri kepada kementerian. Bukan hanya nama tapi juga pengurus, ustaz, jemaah, tempat serta materi ajar. Keharusan mendaftar itu tertuang dalam Pasal 6 ayat 1 PMA 29/2019.
Fachrul beralasan, aturan baru tersebut bertujuan agar Kemenag memiliki daftar jumlah majelis taklim sehingga lebih mudah mengatur penyaluran dana bantuan. “Selama ini kan majelis taklim ada yang minta bantuan. Ada event besar minta bantuan. Gimana kita mau bantu kalau data majelis taklim (tidak tahu) dari mana?” kata Fachrul usai memberikan sambutan di acara Forum Alumni Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia, kemarin. Lagi pula kata dia pihaknya tidak mewajibkan.
Direktur Penerangan Agama Islam Ditjen Bimas Islam Kemenag, Juraidi, mengatakan, peraturan menteri itu tak mewajibkan majelis taklim untuk mendaftar. Dia bilang, pihaknya menggunakan istilah harus. “Dalam Pasal 6, kita gunakan istilah harus, bukan wajib. Harus sifatnya lebih ke administratif, kalau wajib berdampak sanksi. Jadi tidak ada sanksi bagi majelis taklim yang tidak mau mendaftar,” kata Juraidi, seperti dikutip di laman resmi Kemenag, kemarin.
Juraidi menambahkan, pendaftaran majelis taklim akan memudahkan Kemenag dalam melakukan pembinaan. Ada banyak pembinaan yang bisa dilakukan, misalnya workshop dan dialog tentang manajemen majelis taklim dan materi dakwah, penguatan organisasi, peningkatan kompetensi pengurus, dan pemberdayaan jemaah. “Termasuk juga pemberian bantuan pemerintah, baik melalui APBN maupun APBD. PMA ini bisa dijadikan dasar atau payung hukum,” ucapnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, KH Salahuddin Wahid atau Gus Solah merasa heran dengan terbitnya peraturan baru ini. Dia menilai, pemerintah sebaiknya tidak terlalu banyak mencampuri urusan keumatan. “Saya pikir ndak perlu lah ya. Biarkan saja, kecuali kalau (majelis taklim) itu mengganggu. Kan baik-baik saja. Makin sedikit pemerintah campur tangan, menurut saya makin baik,” kata Gus Solah saat ditemui di rumahnya di Jalan Bangka Raya, Jakarta, kemarin.
Gus Solah menuturkan, pemerintah tidak perlu mengurusi semua hal. Namun, Gus Solah tak mempersoalkan jika aturan itu bertujuan untuk memudahkan pemerintah dalam memberikan bantuan. “Tapi kalau mengarahkan, biarkan saja. Kalau beri bantuan kan beda,” ungkapnya.
Kritikan juga datang dari Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily. Politikus Golkar ini menilai peraturan itu berlebihan. Kata dia, majelis taklim adalah institusi pranata yang lahir di tengah-tengah masyarakat, dari masyarakat dan untuk masyarakat. Sehingga tidak tepat jika diatur keberadaannya. “Tidak tepat rasanya kalau itu diatur-atur oleh peraturan menteri agama. Orang berkumpul 10 atau 20 orang dalam suatu momen tertentu, ya itu disebut dengan majelis taklim,” kata Ace, kemarin.
Dia juga tak percaya dengan dalih untuk memberi bantuan. Ace yang bertugas di Komisi VIII yang membidangi keagamaan sangat tahu betul besaran dana yang dimiliki pemerintah untuk membantu majelis taklim. Menurutnya, anggaran tersebut tak mungkin untuk memberi bantuan kepada semua majelis taklim yang jumlahnya begitu banyak karena ada di setiap kampung di seluruh Tanah Air. “Emangnya semua majelis taklim itu mau dibantu semuanya,” ujar Ace.
Ia justru khawatir peraturan itu justru akan membatasi hak masyarakat, terutama masyarakat Islam untuk bersilaturahmi dengan melakukan pengajian. Apalagi, di dalam PMA itu jelas disebutkan setiap majelis taklim harus mendaftarkan diri ke KUA atau Kemenag dan memberikan laporan setiap tahun ke Kemenag. Dia pun minta agar pemerintah memahami secara objektif mengenai PMA Majelis Taklim tersebut.
Warganet ikutan ramai menanggapi aturan menteri agama itu. Akun @masfathan tak habis pikir negara kok masih mencampuri urusan masjid dan majelis taklim. Padahal menurut dia, masih banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan menteri agama dibanding majelis taklim. Pemilik akun @OwlIwl curiga bahwa aturan itu untuk mengawasi majelis taklim. “Permudah beri bantuan apa permudah pengawasan majelis taklim (radikal)?” ujarnya.
Sementara akun @_maylaghayatri menilai Fachrul yang baru menjabat seumur jagung lebih banyak bikin hebohnya. “Udah lah ganti aja menag nya.. Kesian bapak presidennya,” cuitnya. (rmco)