Si Kembar Terpaksa Putus Sekolah, Demi Adik-adiknya Bisa Makan

Senin 21-08-2017,06:00 WIB

SAAT remaja lain menghabiskan hari-harinya dengan bahagia dan bermain gadget, tidak dengan 6 kakak beradik yang tinggal di sebuah rumah gubuk di Desa Pilangsari, Kecamatan Kedawung Kabupaten Cirebon ini. Masa-masa remajanya dihabiskan untuk bekerja agar bisa bertahan hidup setelah kedua orangtuanya meninggal. 

Enam kakak beradik asal Pilangsari hidup di gubuk. Foto: Dandy/Rakyat Cirebon
Kisah pilu dan memprihatinkan dialami oleh kembar bersaudara, yaitu Miki (16) dan Diki (16). Kedua bocah belia itu dibebani tugas yang begitu berat, yakni menghidup keempat adik-adiknya; Istifani (15), Nisa (11), Ipan (7) dan Rendi (5). 

Sejak ditinggal oleh kedua orangtuanya yang sudah meninggal dunia, keenam anak yatim piatu itu harus menetap di sebuah rumah gubuk yang pondasinya dari papan kayu. Gubuk itu berdiri di sekitar bantaran tanggul sungai setempat.

Untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya,  Miki dan Diki si kembar sebagai kakak tertua ini terpaksa menjadi buruh cuci motor dan mencari rongsok di rumah warga, agar kemepat adiknya itu bisa makan setiap harinya.

Karena kondisi yang dialami, Miki dan Diki  terpaksa berhenti sekolah waktu dirinya duduk di bangku kelas 2 SMP. Selain karena tidak ada biaya untuk sekolah, keduanya juga harus bekerja agar adik-adiknya bisa makan. 

Kepada Rakyat Cirebon, Miki mengaku sempat putus asa dengan keadaan yang mereka alami. Namun karena memiliki tanggung jawab untuk menghidupi kelima adiknya, dia tetap ikhlas menjalani semua kepahitan hidup.

Sebagai tempat untuk melapaskan rindunya kepada kedua orang tuanya itu, keenam kakak beradik tersebut  senantiasa membersihkan makam kedua orangtua mereka setiap hari raya. 

Gubuk mereka  berdiri di areal tanah tanggul dan diantara tumpukan sampah rumah tangga. Rumah yang atapnya sebagian bolong ini terkadang tidak bisa membendung air yang masuk ke dalam gubuknya. Bahkan jika hujan deras, gubuk itu tidak bisa ditinggali karena banjir. 

Tahun 2016 lalu,  sang ayah,  almarhum Bambang, meninggal akibat penyakit yang dialaminya. \"Ayah terkena stroke hingga lumpuh dan akhirnya meninggal dunia pada tahun 2016 lalu,” kata Miki.  Setahun berikutnya, yakni pada Mei 2017, sang ibu almarhumah Saijatun, juga meninggal dunia.

Miki mengaku ikhlas dan akan terus berjuang untuk bisa menghidupi kelima adik-adiknya. “Saya harus bertahan demi adik-adik saya agar bisa makan,” katanya.  

Miki bersama kelima adiknya terus menjalani hidup dengan apa adanya. Meski bebannya sangat berat, ia mencoba untuk tidak bergantung pada belas kasihan orang. “Belum ada perhatian,” kata Miki ketika ditanya apakah ada perhatian dari pemerintah setempat.  (dym)
Tags :
Kategori :

Terkait