JAKARTA – Pementasan akbar Simfoni Tarling sukses menyihir ratusan pasang mata yang menyaksikannya, di Graha Bakti Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Sabtu (8/4) malam. Suguhan pementasan yang membawa misi pelestarian kesenian dari Cirebon untuk nusantara itu menyajikan tarling dengan kemasan menarik, tanpa mengubah nilai-nilai seni yang terkandung di dalamnya.
Pembacaan sejarah tarling menjadi pembuka dalam pementasan yang diinisiasi Majelis Seni dan Tradisi (MeSTi) Cirebon itu. Sejumlah maestro tarling asal Cirebon pun dengan mengenakan busana batik khas Cirebon unjuk gigi. Pementasan Simfoni Tarling semakin memukau dengan iringan Tabuhan Nusantara Ethnic Orchestra di bawah Conductor Kang Oeblet.
Latar panggung yang apik dan tata pencahayaan dengan perpaduaan beberapa warna membuat penonton semakin terpukau. Beberapa lagu tarling Cirebon, semisal Kembang Kilaras, Sumpah Suci, Pemuda Idaman, Aja Melang, Remang-remang, Arjuna Ireng, Percuma, Warung Doyong, Kebayang, dan Warung Pojok dilantunkan oleh para maestro yang hadir dengan lantunan khas.
Dalam pementasan yang disutradarai oleh Dedi Kampleng Setiawan tersebut, sejumlah maestro tarling di setiap zamannya begitu bersemangat menampilkan performa terbaiknya. Mereka adalah Mama Jana, Hj Uun Kurniasih, Hj Ningsih, Nunung Alvi dan Diana Sastra.
Mereka menampilkan perpaduan pagelaran seni tari, seni sastra yang juga divisualisasikan dengan multimedia. Para pemain yang terlibat berkaloborasi dengan musik modern orkestra serta musik tarling khas Cirebon.
Pertunjukan Simfoni Tarling bukan hanya sekedar pertunjukan, melainkan dalam upaya menghadirkan musik bersejarah, khususnya perkembangan musik tarling dengan suguhan panggung, tata artistik modern.
Sutradara Dedi Kampleng mengungkapkan, di tengah derasnya gempuran pertunjukan seni musik dewasa ini, baik yang datang dari barat maupun industri musik dalam negeri, menyebabkan para seniman Cirebon terinspirasi untuk menghadirkan Simfoni Tarling.
Dikatakannya, potensi seni daerah, khususnya pada Simfoni Tarling, merupakan perpaduan tarling klasik dengan tabuhan nusantara yang dikemas menarik dan kekinian tanpa mengurangi nilai-nilai mendasar dari tarling itu sendiri. “Pementasan menampilkan tarling klasik, tradisi sintren serta tari panjang jimat yang mengandung filosofi budaya luhur keraton,” ungkap Dedi Kampleng.
Pria berambut gondrong itu menambahkan, gagasan dari pertunjukan Simfoni Tarling lahir dari latar belakang Cirebon yang memiliki kekayaan seni, tradisi dan budaya. Inspirasi tersebut menjadi proyeksi artistik yang melahirkan gagasan untuk senantiasa melestarikan, mengembangkan dalam melakukan proses penciptaan karya baru.
“Sebagai bentuk ikhtiar, persembahan Simfoni Tarling bukan semata milik masyarakat Cirebon, akan tetapi lebih pada ingin mengenalkan musik tradisi khas Cirebon kepada khalayak senusantara,” katanya.
Dikatakan Dedi Kampleng, pementasan tarling tidak semata berfokus pada nada dan musik, namun juga teks-teks di setiap bait syair lagu menjadi kidung atau lagu yang merupakan sarana berkomunkasi dengan masyarakat.
Hal senada disampaikan Kang Oeblet. Ia mengaku bangga bisa menjadi bagian dari Simfoni Tarling. Menurutnya, tarling sebagai kesenian khas Cirebon sudah seharusnya dilestarikan bersama oleh generasi muda bangsa. “Kesenian ini meskipun dari daerah, tapi merupakan kekayaan nusantara yang harus dilestarikan bersama,” katanya. (jri)