KADIPATEN - Dua saudara kakak beradik Ranti Susilawati (17) dan Rino Rusdianto (16) warga blok Cihaliwung RT 5/5 Babakan Cikempar, Desa Kadipaten, Kecamatan Kadipaten, terpaksa berhenti sekolah untuk sementara. Pasalnya, bapak yang selama ini mengasuhnya, Uci Sanusi (52) terbaring sakit selama tiga tahun dan tidak bisa membayar biaya sekolah.
Kedua anak tersebut kini setiap hari berbagi tugas untuk menjaga dan merawat bapaknya yang terbaring di tempat tidur. Sedangkan sang adik mencari rongsokan ke setiap sudut perkampungan di Desa Kadipaten dan Pasar Kadipaten untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Mereka berangkat pagi sekitar pukul 06.00 WIB hingga siang hari. Usai mencari rongsokan Kakanya segera menyalakan tungku kayu bakarnya untuk menyediakan makan untuk bapak dan adiknya. Setelah itu, Rino langsung memilah rongsokan hasil pungutannya di jalanan. Terkadang Ranti ikut memilah bekas air mineral, kemudian merapikannya untuk dimasukkan ke dalam karung.
Demikian juga rongsokan lainnya seperti karet sepatu, kardus bekas atau sandal serta alumunium. Rongsokan tersebut ditumpuk di sela-sela rumah menyatu dengan tumpukan kayu bakar, demikian juga di dapur rumahnya. Tak heran bila dapur rumahnya bertumpuk karung tak beraturan. Di pinggir karung terdapat tungku kayu bakar dan kuali kotor.
Ranti sudah cukup lama memasak menggunakan kayu bakar karena tabung gas yang dia miliki digadaikan untuk membeli beras. Setelah itu tak mampu menebusnya kembali hingga akhirnya masak menggunakan kayu bakar.
“Sebenarnya saya ingin sekolah, ingin juga melihat adik saya terus bersekolah. Namun kondisi kami seperti ini, kasihan Bapak tinggal di rumah sendirian kalau kami harus bersekolah,” ujar Ranti, Sabtu (25/2).
Menurut keterangan Ranti, adiknya tersebut sudah dua minggu berhenti sekolah karena tidak ada untuk ongkos. Sementara Dia mengaku bantuan dari Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang menjadi program pemerintah belum diterima.
Bahkan, yang lebih ironis, Bapaknya tidak bisa dibawa berobat ke rumah sakit maupun puskesmas. Karena BPJS mereka tidak bisa diambil dan ditahan oleh pihak Pemdes setempat. Ranti beralasan harus ditebus.
“BPJS tidak bisa diambil karena pihak desa meminta uang sebesar Rp20 ribu untuk satu kartu, sedangkan disana ada dua kartu. Jangankan untuk nebus kartu, dari hasil rongsokan per hari kami cuma dapat Rp8 ribu yang habis dipakai makan,” ujarnya.
Menurutnya, pihak sekolah sendiri tidak mengeluarkan dirinya dan adiknya. Namun dirinya malu ketika guru di sekolah terus menanyakan SPP yang belum dibayarnya, belum lagi harus membekali adiknya untuk jajan di sekolah. Hingga akhirnya Ranti memutuskan untuk menghentikan sekolah mereka.
Kedua kaka beradik tersebut ini ditinggal meninggal oleh Ibunya sejak usia mereka masih kecil. Sehingga mereka hidup bertiga bersama ayahnya. Rumah merekapun sangat tidak layak untuk dihuni, selain terbuat dari teriplek, bangunan tersebut juga berdiri di bantaran sungai.(hsn)