Politisi Golkar Nilai Sistem Proporsional Tertutup Bisa Turunkan Animo Pemilih
Anggota Fraksi Golkar DPR-RI, Dave Akbarshah Fikarno ikut buka suara menanggapi sistem Pemilu 2024 yang menjadi perbincangan. FOTO: ASEP SAEPUL MIELAH--
RAKYATCIREBON.ID, KEJAKSAN - Pemilu legislatif, serta Pilpres sudah ditetapkan, akan berlangsung pada tanggal 14 Februari 2024, namun untuk pelaksanaan Pileg, sistem yang akan digunakan masih belum ada penetapan, apakah menggunakan sistem proporsional terbuka dengan langsung mencoblos nama Bacaleg, atau tertutup yang hanya mencoblos nama partai.
Sebagaimana diketahui, dari sembilan fraksi di DPR, satu fraksi, yakni PDI Perjuangan mendorong agar Pemilu digelar dengan menggunakan sistem proporsional tertutup.
Keduanya memang memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri, namun politisi Golkar, yang juga anggota Fraksi di DPR-RI dari Dapil Jabar VIII, Dave Akbarshah Fikarno, menilai jika Pemilu ditetapkan menggunakan sistem proporsional tertutup, maka itu akan berpotensi berdampak pada mengurangnya tingkat partisipasi pemilih.
"Karena dengan sistem proporsional tertutup itu, sama saja dengan pengurangan atau pembrangusan terhadap hak-hak demokrasi masyarakat Indonesia," ungkap Dave usai menghadiri salahsatu acara di Kota Cirebon.
Terlebih lagi, lanjut Dave, daftar pemilih pada Pemilu 2024 diprediksi akan didominadi oleh kaum muda yang cerdas, dimana mereka dengan mudah bisa mendapat informasi dari media manapun terkait dengan sosok yang harus mereka pilih.
Sehingga jika Pemilu dilaksanakan dengan sistem proporsional tertutup, maka mereka akan kehilangan kesempatan memilih wakil yang sesuai dengan hati nurani, terlebih jika sosoknya ditempatkan di nomor urut buncit.
"Ketika mereka tidak mendapat kesempatan memilih calon langsung, tapi hanya gambar partai, secara otomatis akan mendongkrak antipati mereka terhadap Pemilu itu sendiri," lanjut Dave.
Dari Pemilu ke Pemilu, dijelaskan Dave, penyelenggara terus berusaha agar pemilihan umum ini benar-benar menjadi momen untuk mentransliterasikan keterwakilan rakyat, dan tolak ukurnya dilihat dari tingkat partisipasi pemilih.
Maka sudah sewajarnya, hal-hal yang justeru berpotensi menurunkan angka partisipasi masyarakat dihindari, dan menurut Dave, sistem proporsional tertutup berpotensi kearah sana.
"Setiap Pemilu terjadi tren peningkatan angka golput, seperti apastis, kecewa atau juga kurang minat mengikuti Pemilu. Jadi, harus terus disosialisasikan bahwa Pemilu itu merupakan proses demokrasi, yang itu adalah tanggung jawan warga negara Indonesia untuk ikut berpartisipasi didalamnya," imbuh Dave. (sep)
Sumber: