Kolaborasi Pembangunan Ekonomi Inklusif pada Masyarakat Perhutanan Sosial di Provinsi DI Yogyakarta
--
RAKYATCIREBON.ID, YOGYAKARTA - Hari Kamis-Jumat, 24-25 Agustus 2023 menjadi hari yang penting bagi masyarakat perhutanan sosial di wilayah Provinsi DI Yogyakarta.
Selama dua hari, atas inisiasi Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Kementerian Keuangan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dilaksanakan Dialog Kolaborasi Pembangunan Ekonomi Inklusif Pada Masyarakat Sekitar Hutan.
Kegiatan Dialog ini menjadi semakin penting dimana berbagai pihak baik pemerintah pusat yaitu BPDLH, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Desa dan PDTT, perguruan tinggi, pelaku usaha, LSM serta masyarakat, duduk bersama untuk untuk mendorong komitmen para pihak untuk berkolaborasi mendukung usaha perhutanan sosial di wilayah Provinsi DI Yogyakarta.
Sebagaimana dicanangkan, pemerintah terus berkomitmen memberikan akses legal pengelolaan hutan kepada Masyarakat di sekitar hutan seluas 12,7 juta hektar melalui skema perhutanan sosial. Secara nasional sampai dengan bulan Agustus 2023 telah diberikan akses kelola persetujuan perhutanan sosial seluas 5.625.137,08 hektar, sebanyak 8.317 unit keputusan persetujuan perhutanan sosial, bagi 1.232.539 kepala keluarga di seluruh Indonesia.
Di Yogyakarta saat ini kelompok perhutanan sosial (KPS) tercatat sebanyak 42 KPS pemegang persetujuan hutan kemasyarakatan (HKm) dan 3 koperasi pemegang persetujuan hutan tanaman rakyat (HTR). Ke-45 KPS tersebut telah melakukan pemanfaatan hutan dan mendirikan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) sesuai komoditi hasil hutan yang dikembangkan, seperti KUPS wisata alam Kalibiru di HKm Mandiri, KUPS Wisata Watu Payung, KUPS Kayu Sedyo Makmur, KUPS Madu, KUPS Olahan produk Sedyo rukun, dan lain sebagainya.
Masih diperlukan upaya percepatan pencapaian target pemberian akses kelola persetujuan perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektar sampai dengan tahun 2030 dan terbentuknya Kelompok Usaha Perhutanan Sosial sebanyak 17.000 KUPS dengan 23.400 orang pendamping.
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Bambang Supriyanto mengatakan, “kita menyadari bersama bahwa program perhutanan sosial tidak dapat dilaksanakan oleh Kementerian LHK atau oleh Pemerintah daerah sendiri, tetapi perlu keterlibatan banyak pihak, dari Kementerian /Lembaga lain, Perguruan Tinggi, dunia usaha dan pihak-pihak lain terutama untuk pengembangan usaha kelompok perhutanan sosial pasca pemberian persetujuan perhutanan sosial.
Dalam rangka mendorong sinergi dan kolaborasi para pihak dalam melaksanakan percepatan pengelolaan perhutanan sosial, telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2023 tentang Perencanaan Terpadu Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial, yang meliputi percepatan distribusi akses legal perhutanan sosial, percepatan pengembangan usaha perhutanan sosial dan percepatan pendampingan, lanjut Bambang.
Melalui Dialog Kolaborasi Pembangunan Ekonomi Inklusif Pada Masyarakat Sekitar Hutan di Provinsi DI. Yogyakarta, diharapkan dapat diinisiasi kolaborasi para pihak untuk pengembangan perhutanan sosial, sebagai perwujudan implementasi amanat Perpres 28 Tahun 2023 tersebut.
Salah satu percepatan sinergi kolaborasi perhutanan sosial yaitu melalui pengembangan wilayah terpadu berbasis Perhutanan Sosial atau “Integrated Area Development” (IAD). Dialog ini menjadi kegiatan yang penting sebagai cikal bakal pembentukan IAD berbasis perhutanan sosial di wilayah DI. Yogyakarta dan sekitarnya.
Para pihak yang hadir berkomitmen untuk memberikan dukungan penguatan usaha KUPS di wilayah DI. Yogyakarta melalui pendampingan untuk pemulihan usaha dan ekonomi perhutanan sosial agar dapat beradaptasi dengan perubahan pasar yang semakin dinamis dengan strategi bisnis yang lebih “kekinian”.
Diantara para pelaku usaha yang hadir di acara dialog ini antara lain dari KADIN, Heha Group, PT. Indotama Purworejo, PT. Bank Negara Indonesia Tbk siap memberikan dukungan skema pembiayaan, peningkatan kapasitas termasuk inkubasi bisnis, penguatan pasar, infrastruktur dan pembentukan ekosistem digital bagi pengembangan wirausaha perhutanan sosial.
Komitmen dukungan para pihak ditandai dengan penandatanganan Ekspresi Dukungan oleh semua pihak yang hadir baik dari unsur pemerintah, perguruan tinggi, pelaku usaha, LSM dan masyarakat. Selain itu, dilakukan pula penandatanganan Perjanjian Kerjasama (PKS) antara BPDLH dan KADIN untuk mendukung perhutanan sosial.
Dari kegiatan dialog ini disimpulkan bahwa strategi pendampingan wirausaha perhutanan sosial perlu dilakukan dengan terobosan-terobosan baru dan kolaborasi dengan para pihak dengan melihat peluang pasar yang dapat menopang pertumbuhan wirausaha perhutanan sosial di provinsi DI Yogyakarta dengan pengembangan bisnis berkelanjutan atau bisnis hijau (Green business).(*)
Sumber: