Dosen AFI UIN Siber Cirebon Tampil Memukau Bahas Kearifan Lokal Ammatoa di Workshop Internasional USIM
--
CIREBON – Dalam rangkaian kegiatan International Mobility, Universitas Sains Islam Malaysia (USIM) menggelar workshop bertajuk “Nusantara Philosophy and Local Wisdom” yang melibatkan dua dosen dari UIN Siber Syekh Nurjati.
Salah satu pembicara utama dalam acara tersebut adalah Mutakhirani Mustafa, M.Hum, dosen dari Fakultas Ushuluddin dan Adab (FUA). Workshop ini bertujuan memperkuat kolaborasi akademik dan memperkenalkan kekayaan kearifan lokal Indonesia ke dunia internasional. Rabu (26/06/2024).
Dr. H. Anwar Sanusi, M.Ag., Dekan FUA, memberikan dukungan penuh kepada dosen-dosen muda untuk tampil dalam forum internasional. “Sudah saatnya dosen-dosen muda UIN Siber Syekh Nurjati tampil dalam forum internasional untuk mengembangkan kapasitas keilmuannya,” ujarnya.
Dukungan anggaran maksimal disediakan untuk memfasilitasi seluruh dosen dan mahasiswa dalam kegiatan internasional ini, sejalan dengan kebijakan Rektor tentang internasionalisasi kampus UINSSC Unggul Mendunia.
Dalam presentasinya, Mutakhirani Mustafa, M.Hum membawakan materi berjudul “Local Wisdom on Ammatoa Kajang Le’Leng”.
Anwar menjelaskan bahwa Ammatoa adalah salah satu suku yang ada di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, yang masih melestarikan kearifan lokal dan hukum adatnya.
Di kawasan Ammatoa, modernitas seperti listrik, alat komunikasi modern, dan perabotan modern lainnya tidak ditemukan.
Beliau menyoroti dua poin penting: Tope Le’Leng dan Pasang Ri Kajang. Tope Le’Leng atau kain hitam yang ditenun oleh masyarakat suku Ammatoa adalah kain sakral yang digunakan dalam berbagai acara, baik kegembiraan maupun duka.
Seluruh masyarakat suku tersebut wajib menggunakan tope le’leng, bahkan pengunjung dari luar juga harus mengenakan kain hitam tersebut.
Poin kedua adalah Pasang Ri Kajang atau pesan leluhur yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Ammatoa. Pesan ini merupakan panduan hidup yang harus diikuti dan tidak boleh dilanggar.
Pelanggaran terhadap Pasang Ri Kajang diyakini akan mendatangkan musibah atau bencana dari leluhur mereka. Pasang Ri Kajang juga berisi etika, menjaga lingkungan, hidup sederhana, dan gotong royong.
Setelah pemaparan materi, sesi diskusi diadakan. Prof. Madya Dr. Mohamed Mihlar Abdul Muthaliff menanyakan apakah suku Ammatoa mengenal agama Islam atau memiliki kepercayaan tersendiri.
Dr. Marina Munira Abdul Mutalib bertanya tentang sanksi adat bagi masyarakat yang melanggar Pasang Ri Kajang. Mutakhirani menjelaskan bahwa suku Ammatoa tidak beragama Islam tetapi mengikuti kepercayaan leluhur mereka, atau patuntung.
Mereka memiliki kepala suku yang memberikan peringatan kepada masyarakat yang melanggar Pasang Ri Kajang, dan pelanggaran berulang kali akan mendatangkan karma dari leluhur mereka.
Sumber: