Secara Hukum Affiati Tetap Ketua, Tandatangan Plt Dianggap Tidak Sah

Secara Hukum Affiati Tetap Ketua,  Tandatangan Plt Dianggap Tidak Sah

RAKYATCIREBON.ID  - Rapat paripurna DPRD Kota Cirebon pada 9 Februari 2022 lalu, yang mencabut mandat Affiati SPd sebagai ketua dewan, dinilai sia-sia dan blunder. Apalagi keputusan pengangkatan pelaksana tugas (Plt). Pasalnya, semua hasil dari kegiatan itu tidak memenuhi azas peraturan yang ada.

Penegasan ini disampaikan Praktisi Hukum, Dr Cecep Suhardiman SH MH. Dia berpandangan, usulan pemberhentian ketua DPRD Kota Cirebon dari jabatannya, tidak beralasan. Karena tidak ada alasan pelanggaran etik. Apalagi hukum yang mendasari pemberhentian ketua DPRD tersebut.

Karena dalam UU MD3 yang menjadi dasar aturan bagi anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, sudah diatur secara jelas bahwa pergantian ataupun pemberhentian, baik sebagai anggota maupun pimpinan DPRD, harus memiliki beberapa alasan sesuai aturan perundang-undangan.

\"UU MD3 mengatur ini untuk melindungi anggota DPRD maupun Pimpinan DPRD. Supaya tidak mudah diberhentikan atau diganti atas dasar kesewenang-wenangan parpolnya,\" ungkap Cecep.

Lebih luas, Cecep memaparkan bahwa payung hukum pengaturan Kelembagaan DPRD kabupaten/kota ini tidak hanya diatur dalam UU MD3. Tetapi juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Pada bagian kelima, mulai Pasal 147 sampai Pasal 200, menjelaskan bahwa keberadaan DPRD kabupaten/kota ini tidak berdiri sendiri. Tetapi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam penyelengara pemerintahan daerah bersama eksekutif.

\"Yang terjadi di DPRD Kota Cirebon, Ketua DPRD hanya diberhentikan sebagai pimpinan DPRD, tidak diberhentikan sebagai anggota DPRD dari partainya. Sehingga dengan demikian, sangat jelas tidak ada alasan pelanggaran kode etik. Apalagi pelanggaran hukum yang bisa dijadikan dasar pemberhentian,\" papar Cecep.

Jika salah satu landasan dilangsungkannya paripurna tanggal 9 Februari adalah Tatib DPRD, maka dalam Peraturan Pemerintah Tentang Tatib DPRD Pasal 42 Ayat (2) hurup (d) justeru dijelaskan, dalam hal ketua DPRD diberhentikan dari jabatannya harus memenuhi syarat.

Di antaranya melanggar sumpah atau janji jabatan dan kode etik DPRD berdasarkan putusan Badan Kehormatan, atau diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan aturan perundang-undangan.

Kemudian, masih kata Cecep, dalam Undang-Undang Tentang MD3 Pasal 405 Ayat (2), bahwa pemberhentian anggota DPRD Kabupaten/Kota yang diusulkan oleh partai politiknya itu harus memenuhi salah satu hal yang sudah diatur secara jelas.

Yakni, tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, melanggar sumpah/janji, dinyatakan bersalah dengan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap dengan ancaman paling singkat 5 (lima) tahun, tidak menghadiri rapat paripurna 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, diberhentikan sebagai anggota partai politik dan menjadi anggota partai politik lain.

\"Dengan demikian, jika tidak ada alasan sesuai dengan aturan perundang-undangan tersebut, maka ketua DPRD Kota Cirebon belum bisa diberhentikan, meski sudah dilakukan rapat paripurna. Alasan lain di luar itu yang bisa dijadikan dasar, adalah menunggu putusan kasasi Mahkamah Agung,\" tutur Cecep.

Selain memaparkan ketentuan hukum berbentuk Undang-undang yang harusnya dijadikan pertimbangan, karena itu mengatur lembaga DPRD, Cecep juga menilai bahwa keputusan haril Rapat Paripurna DPRD Kota Cirebon akan menjadi blunder bagi pimpinan dan para anggota DPRD dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Terlebih sampai ditetapkan Plt Ketua DPRD yang tidak ada dasar hukumnya.

\"Kemudian dikatakan bahwa ketua DPRD saat ini non aktif, ini juga tidak ada dasarnya. Karena anggota DPRD itu disebut non aktif (berhenti sementara, red) apabila anggota atau pimpinan DPRD itu sedang menghadapi proses hukum. Sedangkan ketua DPRD kota Cirebon saat ini kan tidak sedang bermasalah hukum,\" ujar Cecep.

Sumber: