SBMI Soroti Perda Pelindungan Pekerja Migran

RAKYATCIREBON.ID – Regulasi berupa peraturan daerah (perda) yang menuangkan pelindungan terhadap pekerja migran menjadi sorotan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).
Ketentuan di dalamnya dinilai belum berpihak, bahkan belum menjabarkan secara detail termasuk langkah-langkah dalam penanganan persoalannya.
Disampaikan Ketua DPC SBMI Kabupaten Indramayu, Juwarih, regulasi yang dimaksudkan itu adalah Perda Kabupaten Indramayu Nomor 3 tahun 2021. Adanya regulasi itu semestinya menjadi pijakan untuk memberikan pelindungan kepada pekerja migran asal Indramayu.
Hal ini pun telah menjadi pembahasan dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan bersama Jaringan Buruh Migran (JBM).
“Awal September lalu kita menyelenggarakan FGD bersama JBM, juga mengundang narasumber, anggota legislatif daerah, dan pihak-pihak yang berkaitan dengan materi pembahsannya. Dari temanya, regulasi itu antara kebutuhan atau pencitraan,” jelasnya, Minggu (19/9).
Dipaparkan, hasil dari FGD tersebut menyimpulkan bahwa Perda 3/2021 muatannya hampir 70 persen copy paste dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2017. UU tersebut di dalamnya menuangkan tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).
Bahkan perda itu tidak fokus menjabarkan bunyi Pasal 41 dan 42 UU PPMI, yaitu terkait tugas dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah desa. “Maka dari SBMI Indramayu mendorong Pemerintah Kabupaten Indramayu dalam hal ini Bupati Indramayu untuk membuat peraturan bupati (perbup, red) tentang pelindungan pekerja migran asal Indramayu,” tegasnya.
Perekrutan dan penempatan PMI secara unprosedural atau ilegal dimasa pandemi pun terus terjadi dan tetap subur. Baik dilakukan perekrut perseorangan ke sejumlah negara di timur tengah seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, Turki, serta wilayah Asia yang meliputi China, Malaysia, Singapura dan lainnya.
Maupun melalui berbadan hukum atau Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) ke sejumlah negara Eropa dan Asia seperti Polandia, Turki, Slovakia, Jerman, Rumania, Australia, Jepang, dan negara lainnya.
Penggerebegan untuk menggagal penempatan PMI secara Ilegal yang dilakukan oleh Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migrasi Indonesia (BP2MI) diberbagai tempat, menurutnya masih tidak membuat jera para perekrut. Serta banyaknya masalah yang dialami oleh PMI unprosedural di beberapa negara pun sepertinya tidak membuat takut bagi para pencari kerja.
“Karena sang majikan tahu bahwa PMI direkrut ke negaranya secara unprosedural atau ilegal tak sedikit pula sang majikan memperlakukan para PMI secara tidak manusiawi. Ada yang tidak digaji, mengalami kekerasan fisik dan psikis, bahkan sampai ada yang meningal dunia,” ungkapnya.
Ditegaskan, bagi perekrut perseorangan seperti calo atau sponsor dan para perekrut yang di pusat, jika melakukan praktek perekrutan maupun menempatkan calon PMI secara unprosedural atau illegal ada konsekuensi hukum. Sebagaimana diatur dalam Pasal 69 jo 81 UU RI Nomor 18 tahun 2017 tentang PPMI. Dalam Pasal 69 disebutkan bahwa orang perseorangan dilarang melaksanakan penempatan PMI. Sedangkan pada Pasal 81 menegaskan, orang perseorangan yang melaksanakan penempatan PMI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun, dan denda paling banyak RP15 miliar. (tar)
Sumber: