BPKN Sebut Kasus Nestle Bisa Terjadi pada Merek Lain
RAKYATCIREBON.ID – Badan Perlindungan Konsumen Nasional BPKN) RI menyebut dugaan malnutrisi pada produk Nestle tidak menutup kemungkinan terjadi pada merek lain. Dugaan itu bermula dari Pemberitaan Financial Times yang melaporkan tentang dokumen presentasi internal perusahaan Nestle.
Berdasarkan dokumen itu, Dr Rolas B Sitinjak, Ketua Komisi Advokasi BPKN menyampaikan, Financial Times menyebutkan bahwa lebih dari 60 persen produk Nestle tidak sehat.
Selain itu, diketahui hanya 37 persen dari produk makanan dan minuman Nestle yang memperoleh rating atau bintang di atas 3,5 dari Australia Health Rating System. Rating ini merupakan ambang batas untuk mengakui kesehatan sebuah produk makanan dan minuman.
Sistem rating dengan poin maksimal 5 ini disebut telah digunakan sebagai rujukan dalam penelitian-penelitian yang dilakukan oleh lembaga internasional, salah satunya seperti Access to Nutrition.
Bahkan Nestle sendiri disebut mengakui tentang rating kesehatan dengan poin 3,5 itu. Selain itu, di dokumen tersebut, tertulis beberapa produk perusahaan tidak akan pernah sehat meski dilakukan banyak ‘pembaruan’.
Dokumen itu juga menyebutkan bahwa dalam keseluruhan portofolio makanan dan minuman Nestlé, sekitar 70 persen produk makanan gagal memenuhi ambang batas kesehatan, bersama dengan 96 persen minuman – tidak termasuk kopi murni – dan 99 persen portofolio manisan dan es krim Nestlé.
“Air dan produk susu mendapat skor lebih baik, dengan 82 persen air dan 60 persen produk susu memenuhi ambang batas,” katanya.
Beberapa waktu sebelumnya, BPKNI telah melakukan diskusi terbatas bersama Nestle dan BPOM terkait isi pemberitaan tersebut.
BPKN terus melakukan pendalaman terkait isu yang menerpa Nestle dan tidak tertutup kemungkinan untuk merek-merek perusahaan lainnya karena menyangkut kesehatan dan keselamatan konsumen.
Pengaturan terkait dengan pangan dan keamanan pangan sebenarnya sudah diatur dalam Undang-undang 18 tahun 2012 tentang Pangan yang diturunkan dalam Peraturan Pemerintah 86 tahun 2019 tentang Keamanan Pangan.
“Kemudian BPOM mengeluarkan petunjuk teknis dalam bentuk Peraturan Badan POM Nomor 22 tahun 2019 tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan,” pungkas Rolas. (wan)
Sumber: