BPKN Minta Pelaksanaan Tes Covid-19 Dievaluasi
RAKYATCIREBON.ID - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI mengapresiasi capaian pemerintah dalam proses penanganan pandemi Covid-19. Selama ini, Indonesia menjadi salah satu negara yang di anggap berhasil dalam penanganan pandemi Covid-19.
Namun kejadian penggunaan alat rapid test antigen bekas (daur ulang) pada bandara internasional Kualanamu Medan menjadi tamparan keras terhadap berbagai hasil positif yang sudah dicapai selama ini.
Ketua BPKN-RI, Rizal E Halim mengatakan, tidak hanya di Bandara Internasional Kualanamu. Namun kejadian mafia karantina di Bandara Soekarno Hatta juga menjadi insiden buruk bagi usaha pemerintah dalam
memerangi virus Covid-19.
Rizal menjelaskan, sebagai badan yang di bentuk oleh pemerintah untuk melindungi Konsumen, BPKN-RI menilai kejadian di Bandara Kualanamu dan Bandara Soekarno Hatta menjadi momentum untuk melakukan evalaluasi secara menyeluruh dan berkala terhadap proses penanganan tes Covid-19 di titik keberangkatan dan kedatangan baik itu di jalur darat, udara dan laut.
\"Pemerintah juga perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap fasilitas di ruang publik yang menyelenggarakan tes antigen/PCR-Swab, perlu dipastikan proses penanganan dan verifikasi tes berjalan dengan baik guna menghindari kasus yang terjadi di Kualanamu,\" pangkas Rizal.
Kejadian moral hazard yang terjadi di Kualanamu, tidak menutup kemungkinan terjadi di layanan-layanan publik lainnya seperti rumah sakit, puskesmas, klinik dan sebagainya. Untuk mengantisipasi kejadian berulang maka Pemerintah harus segera melakukan evaluasi dan monitoring secara berkala.
Renti Maharaini, Anggota Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN-RI menambahkan terjadinya insiden penggunaan rapid test antigen Covid-19 bekas jelas melanggar hak masyarakat Indonesia sebagai konsumen untuk mendapatkan keamanan, keselamatan dalam memanfaatkan layanan jasa rapid test.
Konsumen harus mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur terkait alat test antigen yang akan digunakan. Disisi lain, kejadian ini jelas merupakan pelanggaran Pasal 7 jo.Pasal 8 ayat (1) huruf a UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dimana pelaku usaha tidak memenuhi apa yang menjadi kewajibannya.
\"Yaitu untuk beritikad baik dalam pelayanan rapid test antigen yang bisa dipertanggungjawabkan bahwa layanan serta alat rapid test antigen tersebut adalah benar-benar baru bukan bekas,\" ujar dia.
Terhadap pelaku usaha yang terbukti melakukan tindakan pemalsuan
alat rapit test antigen dapat dikenakan sanksi pidana maksimal 5 (lima) tahun atau pidana denda maksimal Rp2 miliar rupiah.
\"Di sinilah pentingnya fungsi pengawasan dilapangan dan kerjasama yang baik antara aparat hukum dengan instansi terkait untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum bagi masyarakat Indonesia sebagai konsumen agar terpenuhinya keselamatan dan kemanan dalam menerima layanan test antigen Covid-19,\" ujar Renti. (wan)
Sumber: