Wangsakerta Fasilitasi Anak Muda Belajar Pemetaan
RAKYATCIREBON.ID - Lebih dari 20 anak muda dari Ciayumajakuning dan Semarang mengikuti pelatihan pemetaan spasial dan sosial menggunakan citra satelit yang digelar di Saung Wangsakerta, Kamis (18/2). Pelatihan ini upaya mendorong anak muda mampu menganalisa potensi dan masalah di tempat tinggalnya berdasarkan data pemetaan yang dilakukan dengan cara asik.
Pendiri Saung Wangsakerta, Farida Mahri menjelaskan, sejak awal Saung Wangsakerta didirikan terkandung semangat pemberdayaan sosial bagi masyarakat pinggiran melalui peran anak muda. Pasalnya, lanjut Farida, muncul kekhawatiran lunturnya minat anak muda berkiprah di kampung halaman.
Saat-saat ini, dorongan Saung Wangsakerta kepada anak muda untuk pemberdayaan di kampung halaman ialah pengenalan terhadap teknik pemetaan dan menganalisis data riil yang didapat langsung dari sumber utama.
\"Mereka anak-anak muda dari Ciayumajakuning dan Semarang mendorong pemetaan di desa-desa. Untuk perencanaan data yang valid itu sangat diperlukan,\" ungkapnya kepada Rakyat Cirebon.
Farida menerangkan, sehebat apapun program kerja dan kebijakan pemerintah jika dilakukan tanpa pemetaan dan data akan amburadul. Apalagi dalam konteks sosial. Dimana data kependudukan sangat dinamis dan dapat berubah dalam hitungan hari.
Sebagai contoh, dia menyoroti semrawutnya distribusi bansos dan pupuk subsidi lantaran lemahnya pendataan. Dengan melibatkan anak muda yang dibekali teknik pendataan diharapkan mampu memberi sumbangsih untuk crosschek data sehingga hal-hal serupa tidak terjadi lagi.
“Dari data ini bisa diambil analisis mengenai masalah di desa. Seperti masalah kekeringan, jumlah masyarakat tidak punya akte keluarga, MKCK, BPJS dan lainnya. Selain untuk persoalan infrastruktur. Berapa luas jalan yang harus diperbaiki,” kata Farida.
Narasumber pemetaan spasial dan sosial, M Ishomuddin menjelaskan, kesemrawutan data tidak hanya terjadi di level desa. Juga terjadi di level yang lebih tinggi. Keterlibatan anak muda dalam mengawal validitas data sangat dibutuhkan.
“Banyak data tumpang tindih. BPS dan dinas lain datanya berbeda. Karena data dibuat dari atas ke bawah. Tidak dari bawah ke atas,” kata dia.
Teknik pemetaan yang dilatihkan kepada anak-anak muda tersebut, kata Ishom, menggunakan Quantum GIS sebagai pengolah. Sedangkan untuk pengumpulan data digunakan aplikasi yang mudah diakses dari PlayStore seperti GPSWaypoint dan Geotracker untuk pendataan spasial.
Teknisnya, anak muda bisa terlibat langsung sebagai surveyor turun ke lapangan. Mendata sejumlah titik atau tempat yang datanya diinput ke Android melalui aplikasi. Kemudian data itu diolah menggunakan laptop yang terdapat Quantum GIS.
Dengan sistem ini, lanjut Ishom, input, olah dan analisis data menjadi lebih mudah dan praktis. Bahkan mudah diperbaharui tanpa harus mendata ulang jika terjadi dinamika di lapangan dengan tingkat akurasi yang terjaga.
“Dengan pemetaan bisa mengurai masalah dengan data. Bukan dengan asumsi atau opini. Sayangnya, di banyak desa belum mempunyai data yang dipegang, digunakan dan dianalisis,” tukas Ishom. (wan)
Sumber: