Pemahaman Hak Konsumen Masih Rendah, BPKN : Jangan Takot Lapor Jika Dirugikan

Pemahaman Hak Konsumen Masih Rendah, BPKN : Jangan Takot Lapor Jika Dirugikan

RAKYATCIREBON.ID – Kurangnya sosialisasi dan edukasi tentang perlindungan konsumen menyebabkan tingkat kesadaran dan pemahaman konsumen dan pelaku usaha di daerah terhadap UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), yaitu untuk mengkonsumsi produk yang memenuhi aspek keamanan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan (K3L) masih rendah. Upaya media komunikasi untuk membangun jejaring informasi dan kerjasama dengan para pihak yang terkait dengan perlindungan konsumenpun diperlukan.

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) merupakan Badan yang dibentuk sesuai dengan amanah UU 8/1999 mempunyai fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. 

Sejalan dengan fungsi tersebut, BPKN mempunyai sejumlah tugas yang salah satu diantaranya untuk memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen, menyebarkan informasi mengenai perlindungan konsumen dan menerima pengaduan. Arah kebijakan BPKN akan menitik beratkan pada tiga isu fundamental dalam tiga tahun kedepan.

\"Pertama penguatan kelembagaan, kedua, edukasi dan sosialisasi perlindungan konsumen secara massif dan intensif dan ketiga, sinkronisasi regulasi dan kebijakan perlindungan konsumen yang tersebar di sejumlah sektor dan daerah,\" ujar Rizal E Halim, Ketua BPKN saat ditemui di Kota Cirebon, Rabu (30/9).

Saat ini kasus di Cirebon masih dalam masa pandemi yaitu Covid-19, tren kasus Covid-19 yang makin hari makin bertambah setiap harinya, sejak Pemprov Jabar menetapkan status kewaspadaan Kota Cirebon sebagai zona merah penyebaran Covid-19 sebagian yang terpapar ada yang menjalani perawatan di beberapa rumah sakit dan ada juga yang melakukan isolasi mandiri dengan indikasi tanpa gejala klinis. 

Hal lain juga yang merugikan konsumen seperti kasus – kasus leasing, bank maupun non bank terkait relaksasi kredit (penundaan hutang) dan rekturisasi (pengurangan bunga) dan BPKN  meluncurkan rekomendasi soal relaksasi kredit yang harus disampaikan dengan jelas secara defisit karena banyak kesimpangsiuran mengenai hal ini, dan permasalahan perumahan masih saja terus bergulir, dari permasalahan mengenai fasos-fasus, sertifikat, IMB, AJB dan masih banyak permasalahan lainnya yang terkait perumahan.

Rizal menambahkan, Perlindungan Konsumen bukanlah tanggungjawab salah satu dari Kementerian atau Lembaga namun menjadi tanggungjawab bersama semua pemangku kepentingan. \"Oleh karenanya kita perlu berkolaborasi, diskusi antar pemangku kepentingan semacam ini bisa memberikan solusi atas permasalahan perumahan di Indonesia dan tentu harapannya dapat menjadi solusi pemulihan hak–hak konsumen sektor perumahan sehingga perlindungan konsumen dapat terwujud,\" kata Rizal.

Diharapkan Lembaga Perlindungan Konsumen di Indonesia bukan hanya BPKN tetapi juga LPKSM, BPSK dan Pemerintah agar terus berkolaborasi berupaya melakukan Perlindungan Konsumen di Indonesia sehingga ke depan insiden perlindungan konsumen bisa kita tekan dan kurangi. Apabila itu terjadi negara hadir memberikan perlindungan kepada konsumen.

\"Tujuan dari kegiatan Sosialiasi terpadu ini adalah sebagai sarana penyebaran informasi terkait perlindungan konsumen. Mensosialisasikan pemahaman akan hak dan kewajiban masyarakat terkait perlindungan konsumen.  Juga mensosialisasikan kepada masyarakat luas terutama mahasiswa mengenai kelembagaan BPKN dan kegiatannya. Serta meningkatkan Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK),\" lanjut Rizal. 

Dan yang utama, lanjut Rizal, untuk membangun kerjasama yang baik dengan masyarakat dan lembaga terkait dalam menyuarakan perlindungan kepada konsumen di indonesia dan sikap keberpihakan kepada konsumen. \"Sehingga terciptanya regenerasi partisipasi masyarakat dan terbentuk kelompok konsumen yang dapat menjadi penggerak upaya perlindungan konsumen di wilayahnya,\" tukas Rizal. (wan)

Sumber: