Tokoh Muda Cirebon: Jangan Terpecah Belah, Cirebon Harus Mendunia
RAKYATCIREBON.ID-Apa yang membuat sebuah kota menjadi kota budaya? Menurut World Cities Culture Report yang dirilis oleh lembaga kebudayaan dunia World Cities Culture Forum, sebuah kota layak disebut sebagai kota budaya jika fasilitas kebudayaan dianggap sama penting dengan fasilitas keuangan atau perdagangan.
\"Kebudayaan dalam segala bentuknya adalah kunci yang membuat sebuah kota menjadi menarik bagi orang-orang terdidik, dan karenanya kebudayaan itu menjadi bisnis yang membuka lapangan kerja,\" tulis laporan itu.
Ada banyak elemen yang membentuk kota budaya. \"Baik itu toko rekaman, tempat konser musik skala besar atau kecil, perpustakaan dan toko buku, museum dan galeri seni, taman dan ruang terbuka hijau, lapangan sepak bola, jumlah pelajar, atau bahkan jumlah kafe dan bar,\" lanjut laporan itu. Ada beberapa kota di dunia yang layak dijadikan sebagai kota budaya.
Paris yang berpopulasi 2,4 juta orang ini mempunyai 320 gedung bioskop, terbanyak di seluruh dunia. Kota ini juga punya 1.046 galeri seni, juga terbanyak di dunia. Paris juga memiliki 830 perpustakaan umum, lagi-lagi terbanyak di dunia. Ibukota Perancis ini juga menjadi kota yang memiliki 1.025 toko, terbanyak kedua di dunia. Paris juga punya 137 museum.
Sedangkan London di Inggris yang punya penduduk sekitar 8,5 juta orang, unggul dalam jumlah museum, yakni 173. Selain itu, ibu kota Inggris ini punya 857 galeri seni, 383 perpustakaan umum, 108 gedung bioskop, 802 toko buku, dan 566 lokasi layar tancap.
New York di Amerika Serikat unggul dalam jumlah gedung pertunjukan. Kota berjuluk Big Apple ini punya 420 gedung teater. Setiap tahunnya, pertunjukan teater di kota ini berhasil mengumpulkan penghasilan USD 28 juta dari penjualan tiket saja. Selain gedung pertunjukan, kota dengan 8,4 juta penduduk ini punya 721 galeri seni, 220 perpustakaan umum, dan 131 museum.
Di Asia, Tokyo dianggap sebagai kota paling \"berbudaya\". Kota berpopulasi 13,3 juta orang ini punya 688 galeri seni, 377 perpustakaan umum, 230 gedung pertunjukan teater. Ibukota Jepang ini dinobatkan sebagai kota dengan toko buku terbanyak di dunia dengan jumlah gerai sebanyak 1.675.
Bagaimana dengan Kota Cirebon?
The Gate of Secret ditetapkan menjadi tagline city branding untuk pariwisata di Kota Cirebon. Berbagai budaya, kesenian hingga kuliner yang ada di Kota Cirebon memiliki makna filosofi yang mendalam dan tertanam dalam kehidupan masyarakat Kota Cirebon selama ratusan tahun.
“Saya melihat Cirebon itu sangat luar biasa budayanya. Kita mempunyai banyak potensi wisata budaya yang tidak dimiliki daerah lain. Dari mulai keraton kita memiliki empat keraton yaitu Kasepuhan, Kanoman, Kacirebonan dan Kaprabonan,” ungkap Raden Reza Pramadia kepada Harian Rakyat Cirebon, Selasa (11/8).
Belum lagi wisata kuliner dan kesenian yang beragam, lanjut pria yang akrab disapa Kang Reza ini, bahwa Cirebon sangat kaya akan seni dan budaya yang harus dilestarikan.
“Jadi untuk lebih mengenalkan Cirebon, saya menggandeng putera puteri budaya Indonesia untuk menyelenggarakan Grand Final di Cirebon yang akan diikuti peserta dari seluruh Indonesia dan sudah mendapat lampu hijau juga dari Pemerintah Daerah. Saya mempunyai moto Cirebon Mendunia. Ciirebon menjadi pusat kunjungan wisatawan lokal maupun luar negeri,” tekadnya.
Menurut Reza yang secara garis turunan dari Kesultanan Cirebon, seluruh elemen masyarakat harus berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mewujudkan tagline city branding The Gate Of Secret yang mempunyai ragam makna. “Setiap penggiat pariwisata harus ikut menggunakan tagline tersebut biar melekat ke setiap wisatawan yang berkunjung,” ujarnya.
Lebih lanjut, imbuh Kang Reza, sebagai warga Cirebon dan keturunan Kanjeng Sunan Gunung Jati mengharapkan Cirebon dapat lestari kebudayaannya. “Warisan-warisan Sunan Gunung Jati tetap terpelihara serta kejayaan Cirebon dimasa lalu bisa dibangkitkan kembali seperti pesan dan wasiat Kanjeng Sinuhun,” ungkapnya.
Saat disinnggung kisruh Keraton Kasepuhan yang masih mengemuka. Salah satu pengusaha di bidang pariwisata ini, menyatakan polemik dalam suatu keraton adalah hal yang wajar dan bisa saja terjadi di keraton manapun.
“Sekarang pun sudah terbentuk Dewan Kelungguhan para sesepuh untuk menyikapi dan menengahi polemik yang terjadi. Saya sebagai bagian dari keluarga besar Kesultanan Kasepuhan hanya ikut sumbang saran segala sesuatu pasti ada penyelesaiannya. Kita bisa duduk bersama dengan sesepuh untuk mencari solusi agar keluarga besar turunan Kanjeng Sunan Gunung Jati tidak terpecah belah dan bersatu mewujudkan cita-cita Kanjeng Sinuhun serta menjaga warisan-warisan beliau,” pungkasnya. (*)
Sumber: