Ketua Peduli Timor Barat: Sejak Kapan Australia Menguasai Pulau Pasir?

Ketua Peduli Timor Barat: Sejak Kapan Australia Menguasai Pulau Pasir?

RAKYATCIREBON.ID-Memorandum of Understanding (MoU) antara Indonesia dan Australia pada tahun 1974 dan mengatur tentang hak-hak nelayan tradisional hanya merupakan kesepakatan untuk membicarakan hal tersebut saja. MoU itu bukan hukum dan tidak bisa digunakan seperti yang dilakukan Australia dengan membuat perjanjian-perjanjian yang sangat tidak masuk akal dan kemudian disetujui Indonesia. Penegasan itu disampaikan Ketua Peduli Timor Barat Ferdi Tanoni dalam keteranganya di Kupang Rabu (23/9).


Dikatakan, MoU tidak memiliki bobot terkait siapa yang memiliki pulau-pulau tersebut. Di sisi lain, Indonesia tidak bisa berdiam diri kemudian hanya mengakuinya saja dan mengatakan Pulau Pasir adalah milik negara Australia.

“Sejak kapan Australia menguasai Pulau Pasir? Hingga tahun 1973 Pemerintah Kabupaten Kupang masih keluarkan ijin (surat jalan) kepada masyarakat/nelayan yang hendak berlayar ke Pulau Pasir,” jelasnya.

Dia mengatakan bahwa pemberian surat jalan oleh Pemerintah Kabupaten Kupang telah dilakukan ratusan tahun lalu. Setidaknya pada tahun 1751 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda kepada seorang pedagang Tionghoa yang hendak berlayar menuju ke gugusan Pulau Pasir dan Rote.

Selain itu, perahu-perahu dari Makassar-Sulawesi Selatan dan daerah lainnya yang hendak memasuki wilayah Timor harus dilengkapi dengan surat ijin resmi dari ‘kompeni’ yang mengizinkan mereka untuk mengumpulkan teripang di wilayah yang direalisasikan tersebut tanpa halangan.


Kemudian, lanjut Ferdi, pada tahun 1974 Indonesia dan Australia tandatangani MoU tentang hak-hak nelayan tradisional dan setelah itu para nelayan tradisional Indonesia ditangkap, perahu mereka dibakar kemudian mereka dipenjarakan oleh Australia dan disetujui Pemerintah Indonesia.

Ferdi mempertanyakan jangan-jangan Indonesia juga sengaja membiarkan para nelayan tradisional di Laut Timor dimusnahkan. Untuk itu, Peduli Timor Barat, mendesak Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan RI untuk segera membatalkan MoU 1974 kemudian Perjanjian Zona Ekonomi Eksklusif dan Batas-Batas Dasar Laut Tertentu RI-Australia tahun 1997.

Ferdi menegaskan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat terbuka kepada Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne dan Menlu Indonesia Retno Marsudi untuk segera membatalkan klaim Australia atas Pulau Pasir dan berharap mereka menjawab pertanyaan saya.


Selanjutnya, kata dia, pemegang mandat hak ulayat masyarakat adat di Laut Timor ini mengatakan Australia harus berani berkata jujur terhadap kecurangan yang telah dilakukan dengan membunuh ribuan nelayan tradisional di Laut Timor serta mengusir mereka keluar dari Pulau Pasir.

“Saya sangat yakin, rakyat Australia tidak menghendaki terhadap apa yang dilakukan Australia selama ini. Para teoritis dari Indonesia yang membuat pernyataan ngawur soal bukti-bukti di web CIA (Central Intelligence Agency) dan tulisan lainnya dari Inggris bahwa Pulau Pasir merupakan bagian dari Australia Semua tulisan itu bisa saja dibuat dan bisa saja berubah yang bagi kami itu tidak penting,” tambah Tanoni.

Sekali lagi, lanjut Ferdi, Pulau Pasir sudah diklaim sepihak oleh Australia karena keserakahannya untuk menguasai kekayaan minyak dan gas bumi yang ada disana. Ironisnya, Indonesia setuju klaimnya Australia, walaupun itu tidak legal.


Pada awalnya klaim Australia pada zona perikanan kemudian ditingkatkan menjadi ZEE secara sepihak terus diberikan kepada Pemerintah Australia dan dicantumkan dalam perjanjian illegal RI-Australia tahun 1997 yang tidak diratifikasi itu.


“Kami mendesak Australia untuk segera keluar dari Pulau Pasir karena tidak ada perjanjian apapun tentang Pulau Pasir hanya MoU yang anda pegang. Pulau Pasir itu adalah milik kami,orang Timor-Rote-Sabu dan Alor,” tegas Ferdi. (*)

Sumber: