Puasa, Mudik dan Lebaran Terpapar Covid-19

Puasa, Mudik dan Lebaran Terpapar Covid-19

RAKYATCIREBON.ID-Pemerintah memperpanjang status darurat corona selama 91 hari, mulai 29 Februari sampai 29 Mei 2020. Kalau corona belum berlalu sampai masa tanggap darurat ini, maka musim Lebaran, yang diprediksi jatuh pada 24-25 Mei nanti, akan diganggu corona. 

Perpanjangan masa darurat corona itu tertuang dalam surat yang ditandatangani Letjen Doni Monardo, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang juga menjabat Kepala Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19. Keputusan itu telah ditandatangani sejak 29 Februari.

https://beritaradar.com/2020/03/17/masa-darurat-bencana-covid-19-hingga-lebaran-ini-isi-keputusannya/

Ini adalah perpanjangan pertama. Sebelumnya, Pemerintah menetapkan status keadaan darurat selama 1 bulan, dari 28 Januari sampai 28 Februari.

Dalam perpanjangan itu, BNPB menyatakan, perpanjangan masa darurat dilakukan akibat penyebaran virus corona yang makin meluas dan menyebabkan korban jiwa. Kemudian, penyebaran virus ini juga bisa berimplikasi pada kerugian harta benda, dampak psikologis pada masyarakat, serta mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat.

Surat keputusan Kepala BNPB Nomor 13.A tahun 2020 itu juga menetapkan, segala biaya yang dikeluarkan akan dibebankan pada dana siap pakai BNPB. BNPB menyiapkan dana siap pakai sebesar Rp 4 triliun setiap tahunnya. Surat tersebut disampaikan kepada sejumlah kementerian/lembaga dan Sekretaris Kabinet. 

Kapusdatin BNPB, Agus Wibowo, membenarkan surat keputusan tersebut. Menurut dia, perpanjangan masa darurat virus corona agar Pemerintah Daerah juga segera menetapkan status yang sama. \"Jadi, diperpanjang lagi supaya lebih fleksibel. Sebab, kami menunggu daerah-daerah yang mengeluarkan penetapan keadaan darurat,\" ujar Agus, dalam konferensi pers, di Graha BNPB, Jakarta, kemarin. 

Berdasarkan instruksi Presiden Jokowi, Kepala Daerah diminta menentukan dua status keadaan darurat. Yakni, status siaga darurat atau tanggap darurat. Untuk status siaga darurat, kata Agus, bisa diterapkan bagi daerah yang belum ada kasus penularan. Sementara, status tanggap darurat untuk daerah yang sudah positif. \"Sudah banyak positif seperti DKI Jakarta, Jabar, dan lainnya, bisa menetapkan status tanggap darurat,\" tuturnya.

Meskipun begitu, kata Agus, penetapan status daerah itu harus didahului konsultasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19. Jika daerah sudah menetapkan status keadaan darurat, status yang dikeluarkan BNPB bisa tidak lagi berlaku. 

Agus juga memaparkan, penyebaran bencana skala nasional diberlakukan karena dengan status tersebut pemerintah bisa mengerahkan semua potensi yang ada. Baik TNI, Polri, dunia usaha, hingga media untuk mendukung operasi penanggulangan corona. 

Pemerintah pun tidak ragu menetapkan Covid-19 ini sebagai bencana skala nasional untuk bencana non-alam pandemi agar bisa selesai. \"Ini yang menjadi latar belakang bisa disebut setara dengan bencana skala nasional,\" tandasnya. 

Dengan perpanjangan ini, masa puasa Ramadan, Lebaran, dan mudik, akan ikut terpengaruh. Berdasarkan kalendar yang ada, 1 Ramadan 1441 H jatuh pada 24 April. Sedangkan Idul Fitri jatuh pada 24 dan 25 Mei.

Sebelumnya, BIN memperkirakan, puncak penyebaran virus corona diperkirakan tiba pada Mei. Deputi V BIN, Mayor Jenderal TNI Afini Boer, mengatakan, perkiraan itu didapat berdasarkan permodelan menggunakan data kasus Covid-19 di Indonesia. Permodelan itu hasil kerja sama dengan sejumlah pihak, termasuk dengan kampus IPB. 

https://beritaradar.com/2020/03/14/bin-prediksi-4-000-kasus-corona-per-hari-pada-masa-puncak-mei/

\"Kita perkirakan masa puncak itu akan berlaku 60-80 hari sejak infeksi pertama diumumkan 2 Maret. Jadi, kalau kita hitung-hitung, masa puncaknya itu mungkin jatuhnya di bulan Mei berdasarkan permodelan ini,\" ujar Afini, dalam diskusi di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat pekan lalu.

Afini menjelaskan, permodelan itu dibuat dengan menggunakan tiga variabel, yakni suspect, infeksi, dan penyembuhan. Selain itu, juga dihitung mobilitas masyarakat di pusat-pusat transportasi publik seperti bandara.

Sumber: