Korupsi Impor Bawang Putih, Politik Rente ditengah Kesulitan Pangan

Korupsi Impor Bawang Putih, Politik Rente ditengah Kesulitan Pangan

RAKYATCIREBON.ID-8 Agustus 2019 lalu, KPK telah menetapkan 6 orang sebagai tersangka dalam dugaan perkara suap terkait impor bawang.

Diantaranya adalah pengusaha penyuap Chandry Suanda (Direktur PT Cahaya Sakti Agro) dan anggota DPR dari PDIP I Nyoman Dhamantra sebagai penerima suap.

Modusnya adalah pemberian fee (suap) untuk memuluskan izin impor oleh perusahaan PT CSA kepada anggota komisi perdagangan DPR. Dimana nilai suap yang dijanjikan sebesar Rp 1.700 – Rp 1.800 untuk setiap kg bawang putih impor.

Total jatah impor bawang putih yang dijanjikan adalah 20.000 ton. – Anggota DPR dari PDIP ini diduga menawarkan bantuan dan memiliki “jalur lain” untuk mengurus Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian dan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan.

Kejadian ini menunjukkan untuk kesekian kalinya praktek korupsi di sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak (pangan) yang melibatkan persekongkolan pengusaha hitam dan politisi busuk.

Temuan yang dilakukan oleh ICW, ditemukan beberapa hal adanya selisih harga yang sangat tinggi (disparitas) antara biaya impor bawang putih (landed price) dengan harga jual eceran di pasar. Dimana selama periode 2014 – 2018 biaya impor (CIF) bawang putih rerata adalah Rp11.379/kg sementara harga jual dipasar adalah Rp31.359/kg , atau dengan kata lain rerata harga jual bawang putih di pasar 2,7 kali lebih mahal dari harga impornya.

Untuk realisasi impor tahun 2018, adanya indikasi markup harga impor bawang putih sebesar US$ 238,446 juta (Rp 3,338 triliun) untuk volume impor sebesar 581.077 ton. Kondisi ini menyebabkan harga jual bawang putih di pasaran menjadi sangat tinggi rerata Rp 37.910/kg.

Untuk realisasi impor 2019 (sampai Juni), adanya indikasi pemasukan bawang putih (impor) mendahului surat izin impornya.

Hingga akhir 2018 dari realisasi luas panen bawang putih ada indikasi importir yang tidak menjalankan kewajiban penanaman bawang putih seluas 1.767 Ha atau 38,1% dari keseluruhan kewajiban importir.

Banyak dari pelaku importir bawang putih merupakan perusahaan yang bermasalah, baik dari hasil keputusan KPPU maupun tersangkut perkara yang ditangani oleh APH lain (Kepolisian) tetapi dalam prakteknya tetap saja mendapat izin untuk melakukan kegiatan impor bawang putih.

Kesimpulan yang dapat ditarik oleh ICW berkurangnya secara dratis lahan tanaman bawang putih pada pertengahan 1990an membuat ketergantungan pada impor bawang putih (HS 070320) sangat tinggi.

Pengelolaan impor bawang putih yang tertutup serta lemahnya pengawasan dan penegakan hukum menciptakan ruang rente (praktek suap) yang masif dan juga struktur pasar yang oligopoli (dikuasai sekelompok pemain).

Kebijakan swasemba pangan pemerintah khususnya bawang putih tidak didukung basis data yang baik, buruknya koordinasi dan pembagian kewenangan antar instasi pemerintah sehingga memunculkan fenomena kelangkaan ditengah banjir impor pangan.

Penguasaan impor pangan oleh sekelompok ini menyuburkan kartel bawang putih, yang berimbas pada sangat mahalnya harga jual ditengah terbatasnya daya beli.

Sumber: