Peneliti Kuningan Institute Cium Aroma Dana Kampanye Fiktif

Peneliti Kuningan Institute Cium Aroma Dana Kampanye Fiktif

\"peneliti

RAKYATCIREBON.CO.ID – Panwas Kabupaten Kuningan, diminta untuk menindak tegas pelanggaran yang sifatnya substantif bukan formalitas. Hal itu disampaikan oleh peneliti Kuningan Institute, Rio Kencono, Selasa (03/02).

“Substantif disini saya maksudkan adalah pelanggaran yang sifatnya TSM (terstruktur, sistematis, dan masive). Saya contohkan yang baru-baru ini dipublis oleh panwas dan KPU semisal, keterlibatan ASN (Aparatur Sipil Negara) dan harta kekayaan paslon yang akan berimbas pada dugaan adanya dana kampanye fiktif,” beber Rio.

Dari contoh tersebut, lanjut Rio, auditnya lebih menyoroti terkait dugaan dana kampanye fiktif yang akan terjadi di kontestan pilkada Kuningan 2018.

“Kalau keterlibatan ASN serta penyalahgunaan wewenang jabatan ASN itu secara kasat mata dapat dilihat, contoh sederhananya seperti keikutsertaan istri Ganjar Pranowo Cagub Jateng dan istri Yosa Octora Cawabup Kuningan. Berbeda dengan dana kampanye fiktif, untuk mengetahuinya penuh tantangan,” jelas pria  yang saat ini tengah menggarap tesis akuntansi ini.

Munculnya dugaan dana kampanye fiktif, berkaitan dengan biaya kampanye yang cukup besar. Berdasar hitungan Rio, sedikitnya setiap paslon minimal akan merogoh koceknya Rp5 miliar belum termasuk untuk pengerahan massa dan kunjungan selama kampanye.

Angka Rp5 miliar tersebut, didapat dari biaya pemasangan pembuatan alat peraga yang dibutuhkan di 376 desa di Kuningan. “Jika dianggarkan per desa Rp5 juta, maka total Rp1,88 miliar. Lalu biaya kaos, perhitungannya 10 persen dari jumlah pemilih, sekitar 80 ribu kaos dikalikan Rp20 ribu/pcs, totalnya Rp1,6 miliar.

Yang tidak kalah penting, biaya saksi TPS dengan total 2005 TPS (berdasar info KPUD Kuningan, red), biasanya per TPS ada 2 saksi, dikalikan 400 ribu maka kebutuhannya sekitar Rp1,6 miliar. Jika ditotal seluruhnya, setiap pasangan harus merogoh koceknya sekitar Rp5.08 miliar.

“Angka tersebut belum termasuk kampanye akbar, memberi bantuan atau santunan, akomodasi tim kampanye, akomodasi kunjungan atau kerennya disebut blusukan. Jika mereka melakukan itu pasti akan ada pembengkakan anggaran, jika dikalikan 2 saja sudah mencapai Rp10 Miliar untuk kampanye,” katanya.

Berdasarkan asumsi diatas, jika setiap paslon hanya mengandalkan harta kekayaan pribadinya, cukup berat. Dari data yang dirilis LHKPN, paslon Acep-Rido memiliki total kekayaan Rp20,1 miliar, lalu RpDudy – Udin total Rp18,8 miliar, dan yang paling rendah paslon Toto – Yosa Rp4,7 miliar.

“Bayangkan, dengan harta kekayaan kecil, ikut maju pilkada. Logikanya pasti mereka hutang untuk memenuhi kebutuhan kampanye. Hutang itu harus dibayar. Kalau menang kira-kira mereka bayarnya dari mana?” tanya Rio sambil mengandai-andai.

Dengan analisa tersebut, Rio mengimbau kepada Panwas agar dapat dengan cermat mengawasi dana kampanye pemilu, dengan cara menggandeng PPATK untuk mengawasi rekening paslon dan rekening kampanye paslon.

Berdasarkan aturan, kata Rio di pasal 5 ayat 3 huruf a, untuk perseorangan maksimal menyumbang 75 juta, untuk huruf b dan c, untuk sumbangan perusahaan atau corporate maksimal Rp750 juta.

“Saya menduga, pasti akan banyak dana fiktif dalam poin ini. Maka itu panwas harus menggandeng PPATK, dan KPU menggandeng auditor publik yang kompten,” tutupnya.(ale)

Sumber: