Pembangunan Kampus ITB Cirebon Terkendala Persetujuan Pemilik Lahan

Pembangunan Kampus ITB Cirebon Terkendala Persetujuan Pemilik Lahan

\"pembangunan

RAKYATCIREBON.CO.ID – Pembebasan lahan Institut Teknologi Bandung (ITB) Cirebon tidak berjalan mulus. Pasalnya ada beberapa desa yang belum bisa dilakukan pembebasan.

Yakni, desa Geyongan Kecamatan Arjawinangun, Kebon Turi dan  Tegalkarang Kecamatan Palimanan yang belum bisa dilakukan pembebasan. Namun dari ketiga desa tersebut paling krusial di desa Geyongan karena terdapat dua bidang tanah.

Hal tersebut diketahui Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon saat melakukan kunjungan kerja ke Kantor Kecamatan Arjawinangun, Kamis (25/1).

Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon Junaedi ST mengatakan, ada empat bidang tanah yang tersebar di tiga desa yang masih dalam proses.

“Desa Tegalkarang dan Kebon Turi masing-masing satu bidang tanah dan dua lainnya di Desa Geyongan,” kata Junaedi pada Rakcer.

Persoalannya pembebasan di Desa Geyongan yakni belum ada kesepakatan antara kuwu dan BPD desa setempat. Sebab, tanah yang akan dibebaskan itu merupakan aset desa.

“Harusnya tidak berfikir untuk kepentingan pribadi. Ini kan untuk kepentingan masyarakat luas, apalagi ini aset desa harusnya melihat ke sana,” paparnya.

Padahal, uang untuk mengganti tanah desa itu sudah ada sekitar Rp557 juta. Menurutnya, uang tersebut tinggal digunakan untuk mengganti lahan yang terdampak pembangunan ITB.

Karena pada hakikatnya, keuntungan kedepan akan dirasakan oleh pemerintah desa, dan masyarakat sekitar yang terdampak pembangunan ITB.

“Kaitan dengan hal ini kami tidak ingin masuk ke hal teknis. Kami hanya bisa memberikan masukan saja,” terangnya.

Bagi Junaedi, keberadaan ITB kedepan akan memberikan dampak positif dalam rangka mempercepat pertumbuhan kawasan metropolitan.

“Kehadiran Bandara Kertajati, ITB dan akses jalan tol membuat cirebon mengalami pertumbuhan yang pesat, baik dari sisi ekonomi maupun pembangunan,” ungkapnya.

Sementara itu, Kuwu Desa Geyongan Kecamatan Arjawinangun, Kustara mengaku masih bingung dengan nominal harga untuk pembebasan lahan, karena ada bahasa bisa membuat harga diluar. “Jadi kami harus lebih hati-hati lagi. Jangan sampai salah langkah,” ucapnya.

Meski demikian, kata Kustara, pihaknya tetap mencari lahan untuk mengganti tanah terdampak pembangunan ITB. Tentunya, yang menguntungkan bagi pemerintah desa.

“Kami harus mencari lahan pengganti, tapi dinas terkait sulit berkoordinasi. Minta waktu untuk mencari tapi susah, padahal yang menentukan harga itu tim apparsial bukan kami,” ungkapnya singkat. (ari)

Sumber: