Mapag Tamba,Tradisi Keliling Batas Desa agar Lahan Pertanian Terhindar dari Hama

Mapag Tamba,Tradisi Keliling Batas Desa agar Lahan Pertanian Terhindar dari Hama

\"warga

RAKYATCIREBON.CO.ID  - Sejumlah daerah di wilayah Majalengka memiliki tradisi dan adat istiadat cukup banyak. Terutama di bidang pertanian, seperti sedekah bumi dan lainnya. Satu lagi tradisi yang biasa dilakukan masyarakat adalah Mapag Tamba.

Desa Pilangsari Kecamatan Jatitujuh melaksanakan tradisi Mapag Tamba dengan start awal dari kantor desa. Berjalan kaki memutari batas desa sekitar pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB.

Tradisi yang digelar tersebut dilaksanakan setelah awal musim tanam, dan padi baru beberapa minggu tanam. Kepala Desa Pilangsari, H Didi Tarmadi menyebutkan, tradisi ini memang tidak familiar didengar di sejumlah wilayah di Majalengka.

Dijelaskanya, selain tradisi adat Mapag Tamba, di desa Pilangsari yang masih ada itu Mapag Sri, Sedekah Bumi, dan Munjungan. Ada empat tradisi adat yang masih bertahan samapai sekarang. Sampai selama ini masyarakat masih menjalankan tradisi tersebut.

“Tradisi ini memang biasa diselenggarakan di sejumlah wilayah di Cirebon, yakni napak tilas. Kegiatan ini juga mempertahankan nilai-nilai tradisi yang merupakan salah satu potensi wisata,” terang Didi, Rabu (17/1).

Mapag Tamba ini dilakukan seluruh perangkat desa Pilangsari dengan mengelilingi batas-batas desa melalui jalan areal pertanian. Kegiatan ini dipercaya agar sawah milik petani terbebas dari hama dan mendapat hasil maksimal.

Menurut Didi, tradisi ini memang diadakan rutin setiap tahun selain Mapag Sri, Sedekah Bumi dan tradisi lainnya. Namun berbeda dari tahun sebelumnya, tahun ini tradisi kelilingi perbatasan di areal pertanian diikuti seluruh perangkat desa dan sejumlah lembaga lain seperti BPD, LPM, dan karang taruna.

“Acara ini juga mempererat tali silaturahmi perangkat desa, BPD, dan Karang Taruna. Kami berharap dan berdoa kepada Allah agar diberikan hasil yang maksimal khususnya bagi para petani, yang notabene merupakan mata pencaharian utama penduduk Leuweunghapit,” harapnya.

Dijelaskan Didi, pihaknya beserta jajarannya berjalan memutari batas desa sejauh kurang lebih 5 kilometer. Teknisnya, dari balai desa di bagi 2 kelompok, satu kelompok berjalan menuju pojok selatan batas desa dan satu group lagi menuju ke pojok utara batas desa.

Nanti kedua group saling bertemu. Jadi, dengan dua group itu bisa mengelilingi batas desa dengan menghemat waktu.

Nantinya, kata dia, di setiap ujung desa, ada seorang yang melakukan adzan. Selain itu, sebelumnya mereka sudah mengambil air dari sumur peninggalan para leluhur untuk kemudian di siramkan di beberapa titik.

Tradisi Mapag Tamba ini sudah dari dulu yang turun temurun hingga sekarang ini masih di laksanakan. Pihaknya berkomitmen untuk tidak menghilangkan tradisi tersebut. Selain itu, dirinya juga berharap agar kedepan tradisi seperti ini terus berlanjut.

\"Jaraknya dekat, paling ada 5 kilometer. Tapi beda rasanya kalau jalan di sawah. Ketimbang jalan di permukaan. kalau jalan di pembatas sawah itu berasa jadi 7 kilometer lebih. Kalau untuk seterusnya sih itu tergantung pada para generasi yang ada. Mungkin saja tradisi Mapag Tamba ini hilang begitu saja karena dengan alasan moderenisasi zaman. Tapi kami berharap hal ini terus dilestarikan,\" imbuhnya.(hsn)

Sumber: