Pengelola PPH Abaikan Surat Perumda Pasar

Pengelola PPH Abaikan Surat Perumda Pasar

KESAMBI – Karut marutnya pengelolaan Pusat Perbelanjaan Harjamukti (PPH) sudah berlangsung lama. Pemerintah Kota Cirebon melalui Perumda Pasar Berintan tak bisa berbuat banyak, meski pedagang di sana mengeluh sejak lama, lantaran tidak ada perawatan bangunan pasar yang dilakukan pengelola.
\"pengelolaan
Pusat Perbelanjaan Harjamukti. Foto: Fajri/Rakyat Cirebon
PPH sendiri dikelola oleh Koperasi Pasar (Kopas) Bina Karya. Bahkan, lahannya pun dikuasai kopas dengan status hak pengelolaan. 

Makanya Perumda Pasar tak bisa intervensi sungguh-sungguh dalam penyelesaian persoalan pengelolaan PPH yang carut marut. Buktinya, sepanjang 2017 saja, Perumda Pasar sudah dua kali mengundang Kopas Bina Karya dan dua kali pula diabaikan.

“Kita sudah kirim surat ke Kopas Bina Karya. Maksudnya kita mengundang untuk membahas kelanjutan pengelolaan PPH. Surat pertama tanggal 20 Februari dan surat kedua tanggal 9 Oktober,” ungkap Direktur Utama Perumda Pasar, Akhyadi SE MM, kemarin.

Diakui Akhyadi, pihaknya mengundang Kopas Bina Karya untuk membicarakan mengenai tata kelola PPH. Kalaupun harus dilakukan bersama secara proporsional, pihaknya siap. Maksudnya agar pedagang tak dirugikan dan PPH bisa dioptimalkan pengelolaannya.

“Tapi belum ada balasan atas surat yang kita sampaikan. Padahal, kalau memang harus dikembalikan ke kami, silakan bagaimana baiknya. Dengan begitu, pengelolaan bisa maksimal. Misalnya kalau butuh penyertaan modal, ketika statusnya sudah dikelola kami penuh, itu bisa dilakukan,” tuturnya.

Menurut Akhyadi, kondisi PPH kini sangat memprihatinkan. Tapi pihaknya tidak bisa berbuat banyak, misalnya untuk merenovasi bangunan pasar. Lantaran belum ada penyerahan bangunan dari Kopas Bina Karya kepada Perumda Pasar.

“Karena kondisinya sangat memprihatinkan. Kita tidak bisa merenovasi. Karena belum ada penyerahan bangunan ke kita. Status bangunan punya kopas, begitu juga tanah dengan status hak pengelolaan,” terangnya.

Pihaknya menyayangkan, pengelolaan PPH tak bisa dimaksimalkan. Padahal areal lahan PPH terbilang paling luas diantara pasar tradisional lainnya di Kota Cirebon. “Itu pasar terbesar dibanding pasar lain se-Kota Cirebon. Kalau dikelola maksimal, pasti akan jauh lebih baik,” katanya.

Terpisah, seorang pedagang di PPH, Uhen mengakui, kondisi PPH sangat memprihatinkan. Sudah banyak kerusakan yang terlihat pada bangunan pasar. Yang paling menonjol adalah jebolnya atap di banyak titik pada pasar tersebut. Meski demikian, diakui Uhen, tak pernah terlihat ada upaya perbaikan.

“Belum pernah ada pengerjaan renovasi atau perbaikan. Kalau rusak ya pedagang sendiri yang memperbaiki,” ungkap Uhen, ditemui di kiosnya.

Begitu juga dengan jalan di dalam pasar yang kondisinya tak kalah memprihatinkan. Diakui Uhen, tak pernah ada perbaikan jalan yang dilakukan pengelola pasar. “Jalan juga rusak seperti itu dibiarkan dari dulu. Karena tidak ada yang memperbaiki, kecuali kalau ada inisiatif pedagang,” ujarnya.

Ia menyebutkan, pedagang di sana masih memiliki sisa kontrak sekitar 12 tahun dari total 25 tahun. Dengan durasi kontrak seperempat abad itu, kata Uhen, pihaknya membayar biaya sewa sebesar Rp30 juta. Ia menengarai, tidak adanya perbaikan yang dilakukan pengelola, lantaran persoalan finansial.

“Mau mengusulkan perbaikan juga bagaimana? Mungkin pengelola gak ada modalnya untuk perbaikan. Kalau uang sewa kita sudah bayar semua,” kata pedagang sembako itu. (jri)

Sumber: