KH Said Aqil: Nasionalisme Bagian dari Iman, Khilafah Tidak Cocok
Senin 23-10-2017,09:53 WIB
CIREBON – Ketua PBNU KH Said Aqil Siroj menegaskan jika Khilafah Islamiyah yang tidak bisa diterapkan di Indonesia. \"Khilafah, tidak cocok untuk diterapkan Indonesia,\" kata dia dalam sambutan acara Haul Ponpes Kempek, Jumat (20/10).
|
Ketua PBNU KH Said Aqil Siroj beri sambutan di haul ponpes Kempek Cirebon. Foto: Kim/Rakyat Cirebon |
Karena, kata dia, di Timur Tengah Nasionalisme datang dari luar. \"Namanya Micle Aflakh. Kemudian muncullah Ba\'ts dan kemudian menggembleng pemuda Arab, termasuk Saddam Husain dan lainnya,\" kata dia.
Dikatakan, Alhasil menjadi aktivis politik yang melawan penjajah di tanah Arab. \"Dan lahirlah negara kebangsaan, seperti Aljazair dan lainnya,\" kata dia. Di Arab, kata dia Ulama tidak mesti menjadi nasionalis. Dan nasionalis, di sana tidak mesti ulama.
\"Sementara di Indonesia. Ulama justeru sangat nasionalis, apalagi dilihat dari Jargonnya KH Hasyim Asyari, Hubbul Wathon Minal Iman, yang artinya Nasionalisme, bagian dari iman. Di Arab, belum ada titik temu Islam dan Nasionalisme. Di Indonesia malah sudah,\" kata dia.
Selain itu, dirinya membahas tentang kezaliman ekonomi internasional yang sah. Menurutnya, hal itu, menurutnya, kezaliman yang terpaksa dihadapi Indonesia. \"Kita memiliki tambang, emas dan lainnya. Tapi kita tidak memiliki harga. Yang menentukan adalah asing. Jadi kita punya barang, malah yang memiliki hak menghargai orang Singapore,\" kata dia.
Hal itu, kata dia karena semua agen, di Singapore ada. Dengan demikian, Singapore bisa menentukan harga. “Kita malah tidak bisa berkutik dalam hal menentukan harga timah, minyak, emas dan lainnya. Ketentuan pasar global, membat kita tidak bisa berkutik,\" kata dia.
Dirinya juga membahas tenyang kezaliman moneter. Sistem yang diikuti dalam hal moneter, kata dia, ada kezaliman. \"Contohnya, Pemerintah kita ingin menerbitkan Rp1 Triliun, maka harus ada pendamping untuk menyimpan uang di bank dan harus menggunakan dolar. Maka jika tidak punya dolar, dipinjamkan,\" kata dia.
Dan jika masyarakat Indonesia menggunakan kartu kredit, maka secara tidak langsung memperkuat dolar. \"Hal itu, tidak dirasa oleh kita,\" kata dia.
Selanjutnya, ada kezaliman akademik, yang namanya akademik ilmiyah, menurutnya harus rujukannya buku dari Amerika dan buku Eropa.
\"Semua akademik resmi di Indonesia, tidak menerima rujukan dari selain buku Eropa dan Amerika. Jika kita memiliki tulisan tanpa rujukan dari buku Amerika dan Eropa, maka tidak bisa diterima oleh akademik resmi,\" kata dia. (kim)
Sumber: