Pendapatan Turun Drastis, Tiga Minggu Tidak Beri Uang Istri

Pendapatan Turun Drastis, Tiga Minggu Tidak Beri Uang Istri

POLEMIK antara angkutan kota (angkot) dengan transportasi berbasis aplikasi atau online di Kota Cirebon masih terus bergulir. Keberadaan transportasi online faktanya membuat gelisah para sopir angkot. Betapa tidak, berbagai kisah pilu dialami mereka lantaran pendapatan berkurang drastis.
\"kisah
Penumpang dipaksa turun oleh sopir angkot. Foto: Fajri/Rakyat Cirebon
Para sopir angkot di Kota Cirebon boleh jadi untuk sementara akan tersenyum lagi. Pasalnya, Pemerintah Kota Cirebon telah menutup dan melarang transportasi online beroperasi, sebelum izin operasionalnya dimiliki. Tapi, pemkot juga tidak akan menahan atau melarang apabila izin sudah dikantongi perusahaan penyedia transportasi online.
Namun sebelum adanya kepastian penutupan transportasi online, para sopir angkot harus mengalami kisah pilu dalam kesehariannya. Pendapatan mereka menurun drastis ketika usahanya “disalip” transportasi online secara mendadak. Tak tanggung-tanggung, penurunan pendapatan mereka berkisar pada 50-70 persen.
Hal itu diakui salah satu sopir D7, Dani. Warga Pekalipan itu mengaku, mulai dari beroperasinya transportasi online, ia kerap menjerit dalam batin. Pendapatannya sehari-hari sebagai sopir angkot berkurang signifikan.
“Sejak ada transportasi online itu, pendapatan kita berkurang sangat banyak. Misalnya sehari dapat Rp80-100 ribu bersihnya, sekarang hanya bisa Rp40-50 ribu,” ungkap Dani, di sela-sela aksi penurunan penumpang untuk mogok masal, kemarin (6/9).
Ia menyadari, bila dibandingkan dengan layanan transportasi online, layanan angkot dirasa berbeda. Namun yang harus diketahui oleh masyarakat luas, menurutnya, hampir semua angkot sudah membayar pajak kepada daerah atau negara.
“Kita resmi, bayar pajak. Izin trayek juga ditempuh. Sementara transportasi online tidak resmi. Mereka hanya pakai aplikasi saja,” ujarnya.
Untuk itu, Dani berharap, Pemkot Cirebon mendengar keluhan para sopir angkot yang sudah lama beroperasi di Kota Cirebon. Pihaknya meminta pemkot dengan tegas menutup dan melarang operasional transportasi online. “‎Kita inginnya transportasi online ditutup,” katanya.
Kisah tak kalah pilu dirasakan Agus. Sopir angkot D7 yang juga warga Pekalipan itu mengaku, pendapatannya dalam sehari ketika harus bersaing dengan transportasi online, hanya sekitar Rp25-35 ribu. “Sebelumnya, bisa sampai Rp80-100 ribu,” katanya.
Karena pendapatan yang nilainya terjun bebas, Agus mengaku, dirinya sampai-sampai tidak bisa memberi uang untuk keperluan dapur kepada istrinya. Pendapatannya hanya cukup untuk kebutuhan anaknya sekolah. “Pendapatan turun drastis. Sampai sudah 3 minggu tidak kasih uang ke istri,” katanya‎.
Beruntungnya Agus, sang istri juga bekerja. Setidaknya, kebutuhan dapur bisa ditutupi seadanya. Tapi ia tak ingin kondisi itu terus menerus terjadi. Makanya, aspirasi dia sama seperti sopir angkot lainnya, yaitu pemkot agar menutup transportasi online. (nurul fajri)

Sumber: