Bulan Penuh Ampunan

Bulan Penuh Ampunan

RAMADAN merupakan rajanya bulan. Ramadan memiliki keistimewaan tersendiri jika dibandingkan dengan bulan lainya. Dimana kemuliaan dan keistimewaan bulan Ramadan tersebut diantaranya adalah terkabulnya segala doa dan permohonan hamba kepada Allah Subhanahu wa Taala. 
\"ramadan
Bupati Majalengka Sutrisno (kiri) bersama Wabup Karna Sobahi. dok. Rakyat Cirebon
Serta yang paling penting adalah diampuni-Nya segala dosa-dosa yang telah lalu. Sehingga pada sepuluh hari kedua, sering dimaknai sebagai Magfirah yaitu Bulan penuh Ampunan. 

Sehingga keutamaan dan keistimewaan yang ada pada bulan Ramadan tersebut, jangan disia-siakan, baik terbukanya pintu rakhmat, pintu ampunan dan di tutupnya pintu neraka, harus dijadikan sebagai momentum untuk sebuah perubahan yang lebih baik.

Sekaligus menjadi ajang dan sarana untuk bertaubat dengan memperbanyak dzikir dan memperbanyak memohon segala ampunan-Nya.

Begitu istimewanya Ramadan, sampai Allah SWT memberikan keistimewaan sendiri di sepuluh hari terakhir di Ramadan itu, yakni fase itqun minan nar (pembebasan dari api neraka).

Hal itu sesuai dengan apa yang pernah dilakukan atau dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada umatnya, dimana saat ramadan memasuki sepuluh hari terakhir, maka beliau semakin memaksimalkan dalam beribadah.

Beliau menghidupkan malam harinya untuk bertaqarrub mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Taala.

Hal tersebut tergambar jelas dalam sebuah hadist yang berbunyi, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda: Diriwayatkan Dari `Aisyah Radhiyallahu Anha. Bahwa” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, Apabila memasuki sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, Beliau menghidupkan malam dan membangunkan anggota keluarganya dan beliau kencangkan pakaiannya. (HR Bukhari dan Muslim).

Diriwayatkan Dari Aisyah Radhiyallahu Anha: Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersungguh-sungguh (beribadah apabila telah masuk) malam kesepuluh (terakhir), yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malam lainnya. (HR Muslim).

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam’ pada sepuluh malam terakhir di bulan ramadhan selalu beri’tikaf. Demikian juga para sahabat dan isteri Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam selalu beri’tikaf, baik di masa Rasulullah masih hidup, maupun sesudah Rasulullah wafat. Karena I’tikaf adalah merupakan penyempurnaan ibadah shaum di bulan suci ini, terlebih Itqun Minan Nar yaitu “Pembebasan dari Api Neraka”.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda: Diriwayatkan Dari `Aisyah Radhiyallahu Anha. Bahwa” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam selalu Beritikaf di malam sepuluh terakhir bulan Ramadan hingga ajal menjemputnya. Kemudian sunnah ini dihidupkan lagi oleh isteri-isteri Rasulullah selepas kematiannya (H.R. Bukhari dan Muslim).

Sepuluh hari terakhir malam bulan ramadan merupakan keutamaan yang dipilih Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena disaat itulah datangnya malam Lailatul Qadar didalamnya sarat dengan keutamaan yang bisa didapatkan pada waktu-waktu tersebut.

Diantaranya, malam lailatul qadar yang sangat dinantikan untuk didapatkan oleh orang-orang yang melaksanakan ibadah shaum dengan penuh keimanan dan mengarap ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena pada malam tersebut siapa saja yang beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan penuh keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka nilai ibadahnya sama dengan bernilai ibadah selama seribu bulan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman: Sesungguh Kami menurunkan Al Quran pada malam kemuliaan (Lailatul Qadar) tahukah engkau apakah malam Lailatul Qadar itu? Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan, Pada malam itu turunlah malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabb mereka (untuk membawa) segala urusan, Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar. (QS Al Qadar :1-5)

Begitu istmewanya bulan Ramadan, baik di 10 hari pertama, 10 hari ke-2 maupun 10 hari ke-3. Semuanya memiliki keutamaan dan keistimewaan tersendiri yang patut disyukuri oleh kaum Muslim di Indonesia khusnya di Kabupaten Majalengka, yang bisa dengan tenang dan santai menjalankan perintah Allah yang satu ini.

Berbeda dengan saudara-saudara kita di Palestina dan disejumlah negara timur tengah lainya. Dimana mereka harus rela berpuasa dibawah desingan peluru dan gelegarnya roket. Oleh karena itu, sebagai bentuk rasa sukur atas kondisi yang ada, hal itu bisa dilakukan oleh masyarakat Majalengka dengan cara bersama sama dengan pemerintah untuk saling bahu membahu membangun masyarakat Majalengka yang sejahtera, makmur sesuai dengan visi dan misi Kabupaten Majalengka. (sutrisno-karna)

Sumber: