MAJALENGKA – Munculnya keluhan dan pertanyaan dari beberapa kepala desa terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ke Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) ditanggapi Bupati Majalengka, Dr H Sutrisno SE MSi.
|
Seorang warga Majalengka tunjukan SPPT PBB. Foto: Hasan/Rakyat Cirebon |
Sebagai aparatur pemerintahan paling bawah, kata Sutrisno, seharusnya tugas kuwu hanya meneruskan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB. Jadi, tidak perlu didramatisir apalagi dengan mengeluarkan pernyataan penolakan. Tugas kuwu, sejatinya hanya wajib diteruskan kepada masyarakat atau wajib pajak.
Sutrisno merasa geram dengan sikap kepala desa yang melakukan pengaduan ke BKAD. Ia menilai para kepala Desa salah mengartikan tentang naiknya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Padahal, dengan adanya kenaikan itu manfaatnya akan dirasakan oleh masyarakat Majalengka itu sendiri.
“SPPT itu sebagai bukti pajak yang belum dibayar masyarakat. Kuwu itu hanya meneruskan dan bukan harus nombok kalau PBB naik. Ini belum sebagian kecil dan belum seluruhnya. Karena harga tanah ini dinilai masih dibawah nilai dari yang seharusnya,” tegas Sutrisno usai melakukan kunker Monev di Desa Sumberjaya Kecamatan Sumberjaya, Rabu (5/4).
Selain itu, ia juga beralasan, dari pajak tersebut akan menghasilkan PAD suatu daerah dan kembali diberikan kepada alokasi anggaran lain seperti ADD. Sebab PAD Majalengka itu 10 persen untuk realisasi anggaran ke setiap desa sebagaimana Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa.
“Kepala desa dan perangkatnya wajib menyampaikan SPPT kepada wajib pajak. Karena warga juga berhak membayar pajak sebagaimana kewajiban kepada Negara,” pesannya.
Dijelaskan Sutrisno, kenaikan PBB tentunya berdasarkan data. Ditentukanlah sembilan kecamatan d iwilayah utara Majalengka. Diantaranya, Kecamatan Ligung, Jatitujuh, Kertajati, Kadipaten, Kasokandel, Dawuan, Jatiwangi, Sumberjaya, dan Palasah. Sembilan kecamatan tersebut pergerakan harga tanah sangat luar biasa. Apalagi sembilan kecamatan itu masuk kawasan Aero City dampak BIJB.
Sehingga, kata dia, jika Pemda tidak ambil sikap dan tidak merubah NJOP maka dinilai ketinggalan. Pada akhirnya andaikata para WP keberatan atas kenaikan tersebut tinggal dicatat dan ajukan saja kepada dinas terkait, tentunya dengan alasan-alasan yang jelas.
“Aturan jual beli itu, diantaranya sebagian masuk ke PAD. Si penjual juga akan dibebankan PPH yang uangnya masuk ke kas negara. Ini hanya sebuah legalitas dari kekayaan masyarakat itu sendiri dan masih sebagian kecil. Kalau kondisi ini dibiarkan, selain mengakibatkan kerugian bagi negara maka masyarakat juga akan rugi,” ujarnya.
Pihaknya juga menegaskan, legislatif harus mendorong dan mendukung penuh kenaikan NJOP. Mengingat untuk kepentingan masyarakat Majalengka. Terlebih gaji maupun tunjangan dari para anggota dewan juga bersumber dari APBD yang sebagian kecil didapat dari pajak.
Terpisah, Kades Gandawesi Kecamatan Ligung, Dodo Suhada mengaku, tidak mau ambil pusing atas kenaikan PBB. Setelah pemdes menerima SPPT, dia langsung melakukan koordinasi dengan para pamongnya. Pihaknya menekankan agar para kolektor harus berhati hati terkait penagihan PBB. Apalagi, tahun ini PBB mengalami kenaikan yang cukup tinggi.
Langkah pemdes sekarang hanya memberikan pengertian kepada para WP dan melakukan penagihan sesuai yang tertera di SPPT, hasilnya seperti apa baru nanti kita konsultasikan kepada pihak terkait.
\"Berikan pemahaman sebaik mungkin kepada warga atas kenaikan PBB, kalau ada yang keberatan maka harus di catat dan nantinya dilaporkan kepada dinas terkait,\" tegas Dodo.
Seorang warga bernama Daser (58) asal Desa Lewenghapit Kecamatan Ligung, merasa kaget atas naiknya PBB. Tahun 2016 kemarin sebidang tanah miliknya hanya Rp97 ribu, sekarang PBB yang harus dibayar menjadi Rp502.000, naik 500 %.
\"Seharusnya kalaupun PBB ada kenaikan jangan sekaligus, biar masyarakat kecil tidak kaget, kalaupun harus naik yang bertahap. Kalau begini caranya pemerintah tidak kasihan terhadap rakyat kecil. Masa PBB naiknya sampai 400 persen. Yang benar saja,\" ujarnya.
Sementara itu, sekretaris Pansus PBB, M Hanurajasa Tatang Riana menyatakan kenaikan PBB masih dalam tahapan pembahasan di legislatif. Kenaikan PBB tersebut sudah terjadi selama tiga tahun terakhir.
Tatang mengungkapkan, PBB setiap tahunnya naik. Kenaikanya tersebut regulasinya harus jelas. Karena, Majalengka sendiri pernah mempunyai Perda terdahulu tentang PBB. Memang untuk perubahan ada tahapannya.
“Tahapan ini yang jumlah kenaikannya dinilai tidak sesuai. Kita sempat pertanyakan kepada eksekutif saat pembahasan namun tiba-tiba sudah diluncurkan meski Perda baru masih dalam tahapan pembahasan,” tegas Tatang, kemarin.
Dijelaskanya, kenaikan PBB itu memang masih dalam pembahasan dan masuk dalam Pansus. Kenaikanya satu sisi untuk pengamanan aset masyarakat dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Terutama berhubungan dengan transaksi yang cukup dinamis, khususnya daerah utara Majalengka yang mulai dikelilingi industri.
Pada tahapan pembahasan tersebut, kata dia, terutama donasi yang jelas yang tidak bisa disamaratakan. Misalnya, kelas tanah yang perlu dirapikan terlebih dahulu serta donasi lokasi tanah itu untuk kemudian ditetapkan perubahan Perda tentang PBB.
“Eksekutif dinilai terburu-buru menaikkan PBB. Karena hal ini berhubungan dengan masyarakat. Apalagi, masih dalam ranah pembahasan. Harusnya selesaikan dulu pembahasan. Karena sampai saat ini belum final dan masih cukup panjang. Banyak hal yang bisa dibicarakan terlebih dahulu,” paparnya.
Dijelaskanya, mengeluhnya aparatur pemerintahan desa terkait kenaikan ini karena menyangkut ketika akan adanya pencairan anggaran selalu dihubungkan lunas atau tidaknya PBB didesa tersebut. Seharusnya tidak ada keterkaitan antara lunas PBB dengan pencairan anggaran baik itu ADD, Dana Desa, dan bantuan gubernur (infrastruktur) dan anggaran lainnya.
“Makanya sejumlah desa keberatan. Karena mereka operasionalnya di lapangan untuk anggaran cair akhirnya suka ditutupkan dulu atau mencari dana talangan,” pungkasnya.
Hal serupa juga diutarakan Wakil Pansus PBB, Dede Aif Mustofa SH. Dijelaskanya, dalam beberapa pekan terakhir pihaknya banyak mendapat keluhan dari masyarakat tentang naiknya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Kenaikan PBB tersebut tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu dari instansi terkait yang dalam hal ini Badan Keuangan dan Aset Daerah.
Minimalnya, kata dia, BKAD memberitahukan kepada masyarakat sebelum kenaikan PBB itu terjadi. Kenaikan ini tentu dikeluhkan masyarakat di Majalengka yang hampir naik 300 persen.
“Kalaupun berspekulasi sudah dilakukan sosialisasi melalui sejumlah baliho yang terpasang disejumlah titik, cara tersebut dinilai kurang maksimal. Sosialisasi yang dibutuhkan yakni harus sampai ketingkat bawah atau kepada penerima langsung kewajiban pajak. Saat ini tidak sedikit masyarakat banyak yang mengeluh karena ketidaktahuan tentang naiknya PBB,” imbuhnya.
Pihaknya mengakui, PBB itu dianggap sebagai sumber PAD. Namun demikian, sampai tahapan yang diterima pihaknya, belum mengetahui jika pajak tersebut akan naik. Sehingga hal itu belum menyentuh sampai tahap sosialisasi dari instansi terkait.
Imbasnya, muncul kegaduhan dari sejumlah pemdes. Setiap program dan kebijakan tentu akan muncul pro dan kontra. Jika adanya sosialisasi diharapkan dapat mengerti bagi desa yang akan menyampaikan kepada masyarakat.
“Yang terjati ketika PBB kenaikannya sampai ratusan persen ini tentu menjadi persoalan di masyarakat. Kebijakan harus sesuai dengan kepentingan masyarakat banyak,” tutupnya.(hsn)