Pasokan Cabai ke Pasar Mulai Tersendat
Masih tingginya curah hujan mengakibatkan tanaman cabai di Kecamatan Jatitujuh, yang merupakan salah satu sentra cabai di Kabupaten Majalengka layu, akibat serangan penyakit antraknosa atau patek.
Dari penuturan salah seorang petani cabai, Abah Warkam (52) mengatakan, hingga saat ini petani mengalami kesulitan untuk mengatasi serangan penyakit tersebut.
\"Kami perkirakan sekitar tujuh persen tanaman cabai di kecamatan Jatitujuh layu. Serangan itu dipicu tingginya curah hujan, sehingga tanah lebih banyak lembab,\" tuturnya Selasa (3/1).
Dia mengungkapkan, saat ini kawasan Jatitujuh terdapat sekitar puluhan hektare tanah yang tersebar di beberapa desa.
Sebagian besar tanaman cabai yang ditanam petani adalah jenis cabai besar. Seperti cabai merah keriting, dan TW. Sedangkan cabai rawit yang ditanam umumnya jenis cabai rawit domba atau inul.
Lebih lanjut, Abah Warkam menjelaskan, dari sepuluh kelompok tani cabai, sebanyak enam kelompok menanam cabai besar jenis TW dan keriting.
Sedangkan empat kelompok menanam cabai rawit. Agar harga terkendali, pihanya juga melakukan pengaturan penanaman, sehingga setiap hari ada yang panen.
\"Mayoritas tanam cabai besar, sedangkan cabai rawit relatif sedikit. Saat ini harga cabai rawit dipasaran sedang melambung, akan tetapi di sisi lain juga tanaman kena patek. Meskpi pun secara kumulatif arealnya, akan tetapi hal tersebut tetap harus diwaspadai,\" ujarnya.
Selain itu, ia juga mengungkapkan, umumnya serangan penyakit patek berlangsung ketika curah hujan tinggi.
Hal itu disebabkan kondisi tanah lebih banyak lembab, karena kurang mendapat sinar matahari.
\"Kami juga berupaya agar bagian tanah tetap mendapat sinar matahari. Sehingga mampu mengurangi pertumbuhan jamur. Sedangkan ancaman penyakit lainnya, sampai saat ini kondisinya relatif tidak banyak yang serangan hama,\" katanya.
Menurut petani cabai lainnya, Bakri (38) mengaku, memilih menanam cabai rawit. Alasannya karena permintaan hasil komoditas pertanian tersebut stabil. Selain itu, juga di wilayah tersebut tidak banyak yang menanam cabai rawit.
\"Paling tidak harga cabai saat ini juga sudah masuk dalam perhitungan. Ketika ada kekurangan cabai rawit di pasaran, hal itu merupakan peluang bagi petani cabai rawit untuk mendaatkan hasil,\" ujarnya.
Bakri mengaku, sebelumnya menanam cabai besar, akan tetapi sekarang beralih menanam cabai rawit.
Saat harga cabai melambung, banyak bandar dan broker langsung datang ke petani untuk membeli cabai yang ada di kebun.
\"Kami menolak permintaan tersebut, lebih baik menunggu beberapa hari, dengan perhitungan cabai rawit merah harganya jauh lebih mahal. Kami juga mengikuti anjuran penyuluh agar tidak menjual cabai muda, lebih baik yang sudah merah,\" katanya.(hsn)
Sumber: