Polda-Kejati Diminta Tidak Masuk Angin
SUMBER – Kabar telah dilimpahkannya berkas kasus dan 4 tersangka “Dewan Judi” dari Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) ke Kejaksaan Tinggi (Kejati), diharapkan aktivis dan tokoh masyarakat Wilayah Timur Cirebon (WTC) Dade Mustofa Efendi tidak berakhir dibawah meja.
Dade mengungkapkan, harapan memang sedang digantungkan secara penuh dalam upaya Law Enforcement.
Baik dari intansi kepolisian dalam hal ini Polda Jabar sebagai insitusi yang sudah menangkap basah mereka, maupun kejaksaan Tinggi yang akan bertindak sebagai penuntut umum.
“Mudah-mudahan saja, kedua institusi ini tidak masuk angin atau kami harapkan tetap diproses sesuai hukum yang berlaku. Karena yang mereka hadapi adalah para politisi yang terbiasa melakukan lobi-lobi,” Kata Dade.
Dade yang merupakan Ketua Sampan LSM Cirebon itu menegaskan, dilihat dengan adanya kekecewaan warga Kabupaten Cirebon terhadap partai sebagai wakil rakyat yang dipercaya akan tetapi melakukan judi, sehingga dianggap tidak layak diberikan empati.
“Kami juga heran karena untuk menjatuhkan sanksi saja mereka masih berdalih menunggu putusan inkrah,” tukasnya.
Baginya, dalam hal ini, seperti ada aroma dan upaya permainan dalam proses peradilan dengan berlindung di bawah norma praduga tak bersalah.
“Apanya yang praduga tak bersalah, wong sudah jelas tertangkap basah berjudi kok masih diduga-duga. Kalau misal dipertanyakan soal apakah uang yang dipakai judi itu uang negara atau bukan, silahkan dibuktikan, tapi kalau judinya kan sudah jelas,” kata dia.
Politisi memiliki pengalaman melakukan lobi-lobi, dan besar kemungkinan, menurutnya, dalam kasus ini, para politisi tersebut akan melakukan lobi-lobi juga ke banyak pihak yang berpotensi akan menguatkan penegak hukum.
“Kadang-kadang kan memang, di negara ini sering terjadi akrobat, dan itu maenannya para politisi. Kita sih hanya bisa berharap agar Polda dan Kejaksaan Tinggi tidak main-main soal ini karena sangat disaksikan oleh banyak pasang mata,,\" kata dia.
Sebelumnya, Pengamat hukum Gunadi Rasta SH menilai, empat anggota legislatif (Aleg) yang jadi tahanan kota terbilang spesial. Pasalnya, banyak tersangka dengan tuduhan perjudian sulit memperoleh status tahanan kota.
Meski ada didalam KUHP sudah dijelaskan dengan detail, yakni tidak boleh melarikan diri, tidak mengulangi kasus serupa dan kooperatif atau siap selalu memenuhi panggilan kepolisian untuk kepentingan penyelidikan dan juga ada jaminanya.
Diakuinya, banyak orang yang terkena kasus serupa sulit mendapatkan kesempatan menjadi tahanan kota, ia berharap dimata hukum semuanya agar diperlakukan sama.
Masih disampaikan Gunadi, dengan beralihnya tahanan Polda menjadi tahanan kota tidak bisa menghentikan proses hukum. Apalagi keempat anggota dewan diketahui tengah bermain dan ada barang buktinya.
“Walaupun pasal 303 yang diatur dalam KUHP itu ada dua jenis yaitu 303 biasa dan 303 pis. Kalau 303 pis itu biasanya pemainnya dan keempat orang tersebut adalah pemainnya \"jelasnya.
Sementara untuk yang satu ini (pasal 303) menjadi atensi jajaran Polri, maka dari itu jarang sekali yang bisa mendapatkan status tahanan kota. Seharusnya Polda mempertimbangkan hal itu, mengingat dimata hukum semuanya sama tidak ada anggota dewan dan rakyat biasa.
“Ya seharusnya perlakuannya sama dengan rakyat biasa yang terkena kasus serupa. Jangan dibeda-bedakan, setiap warga negara punya hak yang sama dimata hukum,” ungkapnya.
Gunadi tidak tahu persis apa yang menjadi pertimbangan Polda memberikan status tahanan kota bagi keempat anggota dewan ini.
Jika alasan kemanusiaan yang lainpun merasakan yang sama, kemudian jika lantaran adanya kegiatan yang diikuti keempat anggota dewan, tersangka kasus serupa lain yang tidak dapat menikmati tahanan kota sama memiliki kesibukan. (kim/ari)
Sumber: