Warga Tolak Tempat Pengelolaan Sampah
Aksi yang semula digelar di lokasi pembangunan dilanjutkan ke kantor kuwu setempat.
Massa aksi dengan tegas menyampaikan penolakan atas berbagai pertimbangan.
Mulai dari tidak adanya koordinasi, sosialisasi, hingga dampak lingkungan yang akan ditimbulkan. Orasi dan penyegelan yang dinilai belum cukup, penyampaian aspirasi dilanjutkan ke kantor kuwu.
Dalam audiensi yang sangat mendadak itu, massa dan kuwu saling beradu argumen.
Tak ayal situasi sempat memanas diwarnai saling bersitegang, namun sejumlah aparat keamanan berusaha megendalikan.
Tapi tetap, hingga akhir audiensi tidak ada keputusan yang diharapkan massa aksi.
Koordinator Formak, Kaherudin menegaskan, unjuk rasa yang dilakukan merupakan bentuk penolakan warga terhadap pembangunan tempat pengelolaan sampah di desanya. Terlebih lokasinya berdekatan dengan sarana olahraga dan pemukiman.
\"Pembangunannya dilakukan secara sepihak oleh pemerintah desa tanpa koordinasi, sosialisasi dan dilakukan tanpa mempertimbangkan kepentingan pemuda dan masyarakat,\" ungkapnya.
Untuk itu pihaknya menolak dan menghentikan paksa pembangunan tempat pengelolaan sampah. Hal ini menurutnya menyimpang dari Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang desa.
Ditambah lagi dengan berbagai hal jika megacu Undang-undang Nomor 14/2008 tentang keterbukaan informasi publik.
\"Pembangunannya sangat tertutup, masyarakat tidak dianggap. Kami minta untuk terbuka,\" kata dia.
Disampaikan, pemerintah desa seharusnya mengajak masyarakat berunding dalam setiap adanya program pembangunan.
Sehingga realisasi yang dianggap baik bisa memberikan manfaat dan tidak terjadi beda pemahaman.
\"Pembangunannya tidak mengajak masyarakat bicara dulu. Padahal suksesnya pembangunan ditentukan juga oleh masyarakat. Jadi jangan mentang-metang punya kebijakan lalu menganggap masyarakat masa bodoh,\" paparnya.
Dengan tidak adanya jawaban yang diharapkan, massa mengancam akan melakukan aksi unjuk rasa lanjutan dengan jumlah lebih besar. (tar)
Sumber: