Benarkah Game Online Bisa Meningkatkan IQ dan EQ Anak? Ini Penjelasan Ilmiahnya!
Benarkah Game Online Bisa Meningkatkan IQ dan EQ Anak? Ini Penjelasan Ilmiahnya!. Foto ilustrasi: Pinterest/ Rakyatcirebon.disway.id--
RAKYATCIREBON.DISWAY.ID - Siapa sih orang tua yang tidak pernah khawatir melihat anaknya asyik di depan layar? Kita sering dengar cap buruk: game itu buang-buang waktu, bikin malas belajar, bahkan bisa merusak mata dan otak. Mindset ini sudah mendarah daging.
Tapi tunggu dulu. Di tengah kekhawatiran itu, ilmu pengetahuan justru datang membawa kabar yang cukup mengejutkan. Ternyata, aktivitas main game, tentu saja dengan batasan yang wajar, justru punya potensi besar untuk mengupgrade kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) anak Anda.
Bagaimana logikanya? Mari kita bedah penjelasannya secara santai tapi tetap berdasarkan fakta ilmiah.
Sisi IQ: Dari Gamer Jadi Pemikir Cepat
IQ atau kecerdasan otak, sering diukur dari kemampuan kita memecahkan masalah, berlogika, dan daya tangkap. Kalau kita amati game yang dimainkan anak, terutama yang bergenre strategi atau aksi cepat, di situlah latihan otaknya terjadi.
BACA JUGA:Evolusi Game Online di Indonesia: Dari Bilik Warnet ke panggung Dunia (E-Sport)
1. Bukti Nyata dari Penelitian Skala Besar
Ada studi besar yang sering jadi rujukan, yaitu penelitian yang dipublikasikan di jurnal Scientific Reports pada tahun 2022. Para peneliti mengumpulkan data dari hampir 10.000 anak usia 9-10 tahun. Hasilnya? Mencengangkan!
Anak-anak yang rutin menghabiskan waktu bermain game menunjukkan kenaikan IQ rata-rata 2,5 poin di atas mereka yang tidak bermain.
Kenapa Angka Itu Penting?
Kenaikan ini bukan sekadar kebetulan. Kenaikan itu terukur dari kemampuan kognitif yang spesifik, seperti:
- Pemrosesan Visual-Spasial: Kemampuan melihat peta, memperkirakan jarak, dan mengendalikan karakter dalam ruang 3D. Ini sangat mirip dengan skill yang dibutuhkan saat membaca grafik, navigasi, atau bahkan dalam pelajaran geometri.
- Berpikir Fleksibel: Dalam game, rencana bisa gagal kapan saja. Anak dipaksa cepat beradaptasi, mengubah taktik, dan mencari solusi "Plan B" dalam sepersekian detik. Ini melatih fungsi eksekutif otak mereka.
Seperti kata Torkel Klingberg, seorang profesor saraf kognitif dari Swedia yang terlibat dalam studi ini, hasil ini membuktikan bahwa waktu di depan layar secara umum tidak merusak kemampuan kognitif anak, bahkan game bisa menjadi alat peningkat kecerdasan.
BACA JUGA:Cloud Gaming VS Game konvensional: Mana Yang Memegang Masa Depan Gaming?
2. Game Sebagai "Pelatih" Fokus
Coba lihat anak saat main. Mereka bisa sangat fokus dan berkonsentrasi tinggi. Game yang menuntut ketangkasan (misalnya, racing atau action) atau strategi kompleks memaksa otak untuk:
- Mengabaikan Gangguan: Anak harus memblokir suara atau gangguan lain di sekitar demi melihat detail di layar.
- Pengambilan Keputusan Cepat: "Tembak atau lari?", "Jual item ini atau simpan?"—keputusan cepat ini melatih kemampuan analytic di bawah tekanan waktu.
Sisi EQ: Belajar Sabar dan Kerja Sama di Dunia Maya
EQ (Emotional Quotient) adalah tentang bagaimana anak mengelola perasaannya dan berinteraksi dengan orang lain. Kalau game dimainkan secara online bersama orang lain, manfaat EQ-nya langsung terasa.
1. Latihan Bekerja Sama dan Berkomunikasi
Dalam game multiplayer (seperti MOBA atau Survival), anak tidak bisa menang sendirian. Mereka harus berhadapan dengan dinamika tim:
- Komunikasi Inti: Mereka belajar bagaimana menyampaikan instruksi atau ide dengan cepat dan jelas agar teman satu tim mengerti. Ini mengasah keterampilan komunikasi praktis.
- Empati dan Teamwork: Anak harus peka terhadap peran temannya, kapan harus membantu, dan kapan harus mundur. Mereka belajar pentingnya kolaborasi dan menerima tanggung jawab dalam sebuah kelompok.
2. Mengelola Frustrasi dan Sportivitas
Kita tahu, kekalahan dalam game bisa memicu emosi hebat. Justru di sinilah EQ anak diuji:
- Pengendalian Emosi: Ketika knock-out di awal permainan, anak belajar mengelola rasa kesal dan tidak langsung marah. Ini adalah latihan penting untuk ketahanan mental.
- Sportivitas Sejati: Mereka belajar bahwa kalah itu wajar, dan bahwa kegagalan hanyalah umpan balik untuk mencoba strategi yang lebih baik di putaran berikutnya. Dengan kata lain, mereka jadi lebih resilien atau tangguh.
BACA JUGA:Server Lokal Vs Server Global untuk Game Online: Mana yang Paling Pas Buat Kamu?
Pesan Penting: Kunci Sakti Ada di Orang Tua
Semua manfaat di atas tidak akan didapatkan jika anak sudah sampai pada tahap kecanduan. Ibarat pisau bermata dua, game bisa jadi alat penajam atau justru melukai.
Beberapa Poin Kunci yang Wajib Diperhatikan:
- Batasi Waktu secara Tegas: Ini adalah aturan emas. Misalnya, hanya boleh 1-2 jam sehari, dan tidak boleh mengganggu waktu belajar atau tidur. Disiplin adalah kunci.
- Pilih "Menu" Game yang Tepat: Dorong anak untuk memainkan game yang menuntut strategi, logika, atau pemecahan masalah, bukan sekadar game yang repetitif dan tanpa tujuan.
- Terlibatlah! Daripada melarang, coba tanyakan tentang game mereka. "Kamu tadi kenapa kalah? Strategi apa yang akan kamu ubah?" Dengan begini, Anda mengubah game dari sekadar hiburan menjadi bahan diskusi dan evaluasi kognitif.
Intinya: Main game bukan lagi aib, melainkan bisa jadi stimulasi cerdas yang melatih IQ dan EQ. Syaratnya cuma satu: kendalinya harus ada di tangan orang tua, bukan di tangan controller.(*)
Sumber: