Wacana Pilkada Lewat DPRD, Kritik Keras terhadap Partai Politik

Wacana Pilkada Lewat DPRD, Kritik Keras terhadap Partai Politik

Akademisi UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, Dr Sopidi MA menilai Pilkada lewat DPRD, sebagai bentuk kritik keras terhadap Partai Politik. ZEZEN ZAENUDIN ALI/RAKYAT CIREBON--

CIREBON, RAKYATCIREBON.DISWAY.ID -Rekrutmen dan kaderisasi partai politik mendapatkan kritik cukup keras. Hal itu, sejalan dengan munculnya wacana mekanisme pemilihan kepala daerah, melalui DPRD.

Itu, dinilai Akademisi UIN Siber Syekh Nurjati (SSC) Cirebon, Dr Sopidi MA, sebagai kritik keras terhadap sistem rekrutmen diinternal parpol yang selama ini dijalankan.

Menurut Sopidi, munculnya wacana Pilkada tidak langsung, tidak bisa dilepaskan dari dua persoalan utama yang selama ini mengiringi pemilihan langsung.

BACA JUGA:PDIP Siap Tempur, Pilkada Langsung Oke, Lewat DPRD Pun Mantap

Pertama, tingginya biaya politik. Kedua, dampak sosial pasca pemilu yang kerap memicu perpecahan di tengah masyarakat.

“Ada fenomena bahwa proses politik itu biayanya sangat tinggi. Lalu setiap selesai pemilu selalu menyisakan fragmentasi sosial. Dari situ muncul pemikiran agar Pilkada dikembalikan ke DPRD,” ujarnya.

Namun demikian, Sopidi menegaskan bahwa secara prinsip demokrasi, pemilihan langsung sejatinya sudah sangat baik. Sistem tersebut memberikan ruang yang setara bagi seluruh masyarakat untuk berinteraksi, berdialog, bahkan menyampaikan aspirasi langsung kepada calon pemimpin.

“Pemilihan langsung itu memberi ruang yang sama bagi masyarakat untuk mengenal calon, berdialog, dan menilai langsung kualitas kepemimpinan,” jelasnya.

Menurutnya, persoalan utama bukan terletak pada sistem pemilihannya. Melainkan pada kualitas rekrutmen calon di partai politik.

Apapun sistem yang digunakan, langsung maupun melalui DPRD, hasilnya akan tetap ditentukan oleh kualitas kader yang disiapkan partai.

“Mau sistem apapun, keterpilihan pemimpin itu sangat ditentukan oleh bagaimana proses rekrutmen dan kaderisasi di partai politik,” tegas Sopidi.

Ia menilai wacana Pilkada melalui DPRD sejatinya adalah kritik terbuka terhadap lemahnya kaderisasi partai. Terutama praktik rekrutmen yang kerap mengedepankan kekuatan modal finansial, dibanding kapasitas, pengalaman, dan rekam jejak politik.

“Ada kader yang jam terbangnya sudah mumpuni, tapi karena tidak kuat secara finansial dan partai juga terbatas dana, akhirnya tidak diusung. Ini realitas yang harus diakui,” katanya.

Sopidi menyebut keterbatasan sumber pendanaan partai politik turut mendorong partai merekrut calon yang memiliki modal besar. Dampaknya, kualitas kepemimpinan jangka panjang menjadi taruhannya.

Karena itu, ia menekankan dua langkah penting yang harus diperkuat. Pertama, pengetatan mekanisme rekrutmen internal partai. Kedua, penguatan pendidikan politik, baik oleh pemerintah, partai politik, maupun aktor demokrasi lainnya.

“Supaya keterpilihan pemimpin legislatif dan eksekutif tidak semata-mata ditentukan oleh uang,” ujarnya.

Terkait jika Pilkada dilakukan melalui DPRD, Sopidi menegaskan bahwa penyelenggara pemilu tetap harus ada untuk menjamin legalitas dan keabsahan proses.

BACA JUGA:NasDem Cirebon Tekankan Penguatan Kader Lewat Pendidikan Politik

“Penyelenggara tetap ada. Hanya mekanisme pemilihannya yang berubah, dari masyarakat menjadi oleh dewan,” jelasnya.

Konsekuensinya, daftar pemilih tetap (DPT) tidak lagi digunakan dan undang-undang pemilu harus mengalami perubahan.

“Kalau pemilihnya DPRD, DPT tidak ada. Undang-undangnya pasti berubah,” tukasnya. (zen)

Sumber: