RAKYTCIREBON.ID, GORONTALO - Seorang mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo (UNG) yang diduga mengumpat Presiden Joko Widodo dengan kata-kata kotor, dijatuhi sanksi oleh pihak kampus. Yunus Pasau dijatuhi sanksi bersyarat.
Demikian dikemukakan Rektor UNG Eduart Wolok bersama Kapolda Gorontalo Irjen Pol Helmy Santika pada konferensi pers di Rektorat UNG, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo, Senin (5/9).
Sanksi bersyarat yang dimaksud berupa skorsing kegiatan kuliah selama satu semester, atau mengerjakan penugasan khusus yaitu membuat empat tulisan ilmiah.
"Ini tidak mudah, karena di sisi lain memang kami harus mengambil sanksi yang bersifat memberikan efek jera, sementara di sisi lain harus memberikan edukasi kepada yang bersangkutan," ucap Eduart.
Dia mengatakan Yunus sudah mengakui kata yang dilontarkannya saat orasi aksi unjuk rasa pada Jumat (2/9) lalu merupakan spontanitas.
Yunus Pasau, kata rektor, telah melakukan permintaan maaf secara terbuka, baik kepada presiden, keluarga, masyarakat Indonesia dan juga kepada Universitas Negeri Gorontalo. Sanksi administratif dan edukatif diberikan kepada Yunus berdasarkan berbagai pertimbangan.
Sebelumnya, video orasi Yunus Pasau viral di berbagai platform media sosial saat berorasi pada aksi unjuk rasa.
Setelah itu, Yunus diperiksa oleh Polda Gorontalo untuk dimintai keterangan terkait hal itu. Kapolda Gorontalo Irjen Pol Helmy Santika di Gorontalo mengatakan Yunus diperiksa setelah beredarnya potongan video saat berorasi pada aksi unjuk rasa pada Jumat (2/9).
"Atas peristiwa ini kami dari Polda Gorontalo sudah merespons cepat untuk bisa mengamankan yang bersangkutan ke Polda Gorontalo untuk dimintai keterangan," ucap dia.
Tindakan kepolisian yang dilakukan kata kapolda, didukung pihak kampus dan Badan Eksekutif Mahasiswa dan rekannya mendampingi saat Yunus diperiksa di Polda Gorontalo.
Menurut Helmy, pemeriksaan yang dilakukan Polda Gorontalo juga mencegah dan mengamankan Yunus dari kemungkinan terjadi persekusi verbal.
"Status mahasiswa ini adalah sebagai saksi, kami pun di sini, di Polda Gorontalo, tidak ingin menghambat cita-cita dari yang bersangkutan dan merusak masa depannya," kata kapolda. Irjen Pol Helmy mengatakan pola pendekatan yang dilakukan adalah soft approach.
Diberi nasehat bahwa unjuk rasa dan menyampaikan pendapat di muka umum boleh dilakukan, tetapi tetap harus mentaati norma dan etika kesopanan. (jpnn/rakcer)