INDRAMAYU, RAKYATCIREBON.ID – Ketua Fraksi Merah Putih DPRD Indramayu yang juga Ketua DPD Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Indramayu, H Ruswa MPdI menyoal adanya kebijakan persyaratan administratif bagi guru madrasah. Ia menilai perlu ada pertimbangan matang dan keberpihakan dari pemerintah daerah terhadap pengabdian maupun kepedulian para guru madrasah.
Disampaikan, kebijakan itu dikeluhkan para penyelenggara pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA). Aspirasinya menyebutkan bahwa bantuan operasional untuk tenaga honorer guru madrasah tahun 2022 belum dibayarkan. “Informasinya belum cair, padahal sebelumnya dibayarkan per termin,” jelasnya, Rabu (7/9).
Hal itu disebabkan persoalan administratif berkaitan dengan persyaratan guru madrasah yang diharuskan melampirkan ijazah minimal setingkat SLTA. Padahal, sampai saat ini masih sangat banyak para guru madrasah yang lulusan pesantren dan tidak memiliki ijazah sekolah formal hingga jenjang SLTA.
“Pemberkasan berbeda dari sebelumnya. Untuk ijazah sebelumnya belum pernah ada pemberitahuan. Realitas di lapangan masih banyak guru-guru madrasah lulusan pesantren yang tidak berijazah sekolah formal. Makanya pengelola madrasah keberatan. Kalau sekarang dipaksakan maka akan ada banyak guru-guru madrasah yang tidak dapat menyerap honor dari hibah DTA,” ungkapnya.
Atas hal itu, lanjut Ruswa, sebagai politisi PKS dan Ketua Fraksi Merah Putih perlu menyuarakan aspirasinya dan harus didengar oleh pemegang kebijakan. “Walaupun secara prinsip kami pernah memanggil kesra untuk klarifikasi terkait dengan kebijakan itu, menurut kesra memang betul membuat syarat-syarat pemberkasan untuk pencairan honor guru madrasah,” kata dia.
BACA JUGA:Mahasiswa PMII Dobrak Gerbang DPRD
Meski demikian Ruswa meminta kepada pemerintah daerah agar segera mencairkan bantuan operasional tersebut untuk menunjang kelancaran kegiatan belajar mengajar di madrasah. Juga untuk menunjukkan kepedulian Pemerintah Kabupaten Indramayu terhadap lembaga pendidikan dan kesejahteraan para gurunya.
“Kami juga mempertanyakan dasar hukum pemberlakuan persyaratan untuk guru madrasah itu, karena di perda tidak diatur. Katanya sih diatur perbup, tapi waktu saya tanyakan jawabannya masih dirancang. Kalau masih dirancang kenapa harus dipaksakan,” paparnya.
Menurutnya, DPD PKS maupun Fraksi Merah Putih secara prinsip memandang adanya kebijakan peningkatan persyaratan itu memang bagus dan setuju. Hanya saja pemberlakuannya tidak bisa mendadak, apalagi realitanya banyak guru madrasah lulusan pesantren yang tidak berijazah pendidikan formal.
Adapun solusi yang ditawarkan diantaranya, para guru madrasah dijadikan sebagai database awal program yang ada di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud). Yakni program Kejar Paket (Ja-Ket) yang merupakan salah satu dari banyaknya program dalam visi misi bupati Indramayu. Juga untuk meningkatkan capaian angka rata-rata lama sekolah (RLS) di Kabupaten Indramayu.
“Misalkan kejar paket harus ditempuh selama 3 tahun, berarti aturannya mulai diberlakukan 3 tahun nanti. Itu solusi, guru yang sudah mengabdi tidak terdzolimi dan agar terserapnya honor. Niatan pemerintah untuk meningkatkan kualifikasi guru juga bisa terpenuhi, program kejar paket juga akan terbantu dengan database itu. Sasarannya sudah jelas, datanya ada, tinggal dicari formulasinya seperti apa,” tegasnya.
BACA JUGA:Keenam Fraksi Minta Tambahan Penjelasan Dua Raperda
Sebagai wakil rakyat, Ruswa berharap pemberlakuan kebijakan tersebut harus ditunda. Sehingga bantuan operasional senilai sekitar Rp15 miliaran untuk MDTA se-kabupaten itu segera bisa dicairkan.
“Kasihan mereka sudah mengabdi. Mereka yang mengajar itu kebanyakan orang-orang yang punya kepedulian pendidikan keagamaan di masyarakat, bukan mencari penghasilan. Jika dipaksakan, hibah tidak akan terserap maksimal dan mengurangi semangat guru madrasah yang belum memiliki ijazah yang diharuskan. Jadi cairkan segera seperti biasanya,” tandas dia.