RAKYATCIREBON.ID, CIREBON - Jelang berakhirnya masa jabatan anggota DPRD Kabupaten Cirebon periode 2019-2024, rapat paripurna DPRD sepi. Berdasarkan rekap daftar hadir, ada sebanyak 29 anggota yang tidak hadir.
Rapat paripurna yang dilaksanakan Rabu 4 September ini beragendakan pemandangan umum Fraksi DPRD Terhadap Raperda tentang APBD TA 2025 hampir gagal digelar. Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, HM Luthfi MSi pun sempat gamang ketika hendak memulai. Bahkan sempat menawarkan untuk mang-skorsingnya.
"Informasinya, ada empat lagi yang akan hadir. Masih diperjalanan. Saya tawarkan apakah rapat ini bisa dimulai atau mau diskorsing terlebih dulu? Tanyanya.
Tawaran Luthfi pun langsung ditanggapi Anggota Fraksi Gerindra, Sofwan ST. Kata dia, banyaknya anggota DPRD yang sekarang tidak hadir, itu menandakan kinerja mereka. Pihaknya minta, kepastian. Apakah paripurna ini dilaksanakan atau tidak.
"Mohon pengertiannya pimpinan, bagi teman-teman yang sekarang hadir. Jangan sampai, keberadaan kami dikorbankan demi mempertahankan mereka yang tidak hadir," katanya.
Ia pun menjelaskan kualitas anggota DPRD. Kebanyakan hanya menuntut hak mereka sebagai anggota dewan. Sementara kewajibannya diabaikan. Ya seperti kewajiban menggelar paripurna ini. Ia pun membeberkan sebagai bahan perbandingan, ketika agenda kunjungan kerja.
"Nanti pas ke Yogyakarta, pasti semua hadir. Makanya pimpinan, saya minta nanti surat tugas kunjungan kerja, sebaiknya tidak usah ditandatangani saja sekalian. Biar disisa masa jabatan kita ini, tidak ada lagi kunjungan," pungkasnya disambut tepuk tangan.
Akhirnya paripurna pun tetap dilanjutkan hingga diselesaikan pembacaan pemandangan fraksi DPRD. Salah satunya disampaikan Fraksi Demokrat. Disampaikan oleh perwakilannya, Memet Fathan Surahmat.
"Terkait kebijakan Bupati Cirebon melalui instruksi bupati cirebon nomor: 400.9.1/2410 dinsos mengenai teknis pemberian bantuan iuran jaminan kesehatan yang bersumber dari
APBD, donasi, atau sumber anggaran lain yang sah dan tidak mengikat. kami berpandangan bahwa instruksi bupati tersebut perlu dicabut," katanya.
Mengingat proses pengambilan kebijakan yang tidak melibatkan DPRD. Kemudian kriteria penerima bantuan yang tidak relevan. Dalam instruksi tersebut, salah satu poin menyebutkan bahwa penerima bantuan harus berstatus sebagai fakir miskin dan tidak mampu.
Serta terdaftar di data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) atau di data kemiskinan lokal dinas sosial Sipendilsewu. "Kami menilai bahwa kriteria ini tidak relevan untuk diterapkan secara mutlak," katanya.
Karena terang politisi yang kembali terpilih di Pemilu 2024 kemarin, fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua warga miskin terdaftar di DTKS.
"Mereka yang tidak mampu namun belum terdaftar di DTKS kemudian tengah dirawat di rumah sakit, dan diajukan BPJS nya harus menunggu 14 hari kerja serta mereka harus membayar," pungkasnya. (zen)