RAKYATCIREBON.ID, CIREBON – Pegiat Anti Korupsi di Cirebon, Ade Riyaman kembali angkat suara. Kali ini, ia menyoroti dugaan adanya oknum anggota DPRD Kabupaten Cirebon yang ikut campur dalam proyek anggaran belanja tambahan (ABT) di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kabupaten Cirebon.
Ade merasa prihatin karena belum lama ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja melakukan sosialisasi di depan para anggota DPRD Kabupaten Cirebon periode 2024-2029. Dalam sosialisasi tersebut, KPK sudah memperingatkan agar para anggota dewan tidak terlibat dalam proyek, apalagi proyek hasil pokok-pokok pikiran (Pokir).
Namun, menurut Ade, peringatan KPK ini seolah diabaikan. “Harusnya oknum dewan yang sering cawe-cawe proyek berpikir ulang. Saya dengar sebagian besar proyek ABT di DPUTR sudah diambil oleh oknum ini,” kata Kang Ade--sapaan untuknya, Rabu (23/10).
Ia menambahkan bahwa sikap acuh dari para anggota dewan ini semakin memperkuat dugaan adanya permainan antara oknum dewan dengan dinas terkait, termasuk DPUTR. “Saya yakin KPK tidak akan tinggal diam. Entah benar atau tidak, kabarnya saat ini KPK sudah menurunkan tim satgas untuk mengumpulkan bukti,” ujar Ade.
Saat dimintai tanggapan, Sekretaris DPUTR Kabupaten Cirebon, Tomi Hendrawan, memilih tidak banyak berkomentar. Melalui pesan WhatsApp, Tomi mengatakan dirinya sedang sakit dan tidak bisa memberikan keterangan lebih lanjut.
Sebagaimana diketahui, 10 Oktober lalu, Kepala Satgas KPK Wilayah II, Arif Nurcahyo, mendatangi gedung DPRD Kabupaten Cirebon untuk rapat koordinasi pemberantasan korupsi. Dalam kesempatan itu, Arif menyindir praktik pengelolaan pokir yang kerap menjadi ajang permainan oknum anggota dewan.
Biasanya, kata dia proyek pokir diusulkan, dikerjakan, dan dinikmati sendiri oleh oknum terkait. “Kalau di daerah lain, pokir sering begitu. Tapi di sini nggak seperti itu, kan?” tanya Arif, yang dijawab “tidak” oleh sebagian besar anggota dewan yang hadir.
Selain itu, Arif juga menyoroti adanya pokir yang diusulkan di luar Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), tetapi tetap dipaksakan untuk masuk. Padahal, seharusnya usulan pokir disetujui oleh pimpinan dan seluruh anggota DPRD, bukan diputuskan sepihak oleh oknum yang bermain dengan kepala dinas. (zen)