Kiai Malik Madani : Lukai Warga NU & Merusak PBNU, Gus Yahya-Kiai Miftah Harus Mundur !!

Sabtu 13-09-2025,14:20 WIB
Reporter : Zezen Zaenudin Ali
Editor : Arief Mardhatillah

RAKYATCIREBON.DISWAY.ID - Katib Aam Syuriah PBNU periode 2010-2015, Dr KH Malik Madani MA menyampaikan kritik tajam terhadap kepemimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) saat ini.

Ia menyebut NU tengah mengalami ujian besar akibat perilaku elit organisasinya yang dinilai menyimpang dari nilai-nilai etika, moral, dan tradisi kiai-kiai Nahdlatul Ulama.

Kiai Malik secara khusus menyayangkan keterlibatan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dalam isu yang disebutnya sebagai jaringan internasional zionisme.

Selain itu, ia menyoroti dugaan keterlibatan mantan Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas yang juga mantan Ketua Umum PP GP Ansor dalam kasus dugaan korupsi dana kuota haji yang kini tengah diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Kiai Malik, kondisi ini membuat NU menjadi sorotan negatif. Bahkan menjadi bahan ejekan di tengah masyarakat. Ia menyebut bahwa dampak dari skandal-skandal ini tidak hanya melukai warga NU, tetapi juga umat Islam secara global.

"Ini ujian besar bagi NU. Mereka telah sangat melukai perasaan warga NU, kiai pesantren, nyai, dan ning. Bahkan umat Islam dunia ikut merasa tersakiti," ujar Kiai Malik, Sabtu 13 September 2025.

Kiai Malik meminta dua pimpinan tertinggi PBNU saat ini, Gus Yahya selaku Ketua Umum dan KH Miftachul Akhyar sebagai Rais Aam Syuriah, mundur secara sukarela dan elegan. Langkah tersebut adalah bentuk tanggung jawab moral dan etik sebagai teladan bagi warga NU dan umat Islam.

"Kalau sudah menyeruak skandal zionis dan dugaan korupsi kuota haji, ya mengundurkan diri. Itu cara paling ashlah, paling banyak maslahat, dan paling elegan," tegas Kiai Malik.

Lebih lanjut, Kiai Malik mengutip hadits Nabi SAW istafti qalbak yakni mintalah fatwa pada hatimu, sebagai nasihat agar para pimpinan NU tidak hanya berpijak pada aspek formal prosedural seperti AD/ART. Tetapi mempertimbangkan nilai-nilai moral yang lebih tinggi.

“Jadi gak perlu AD/ART,” tambahnya.

Sementara, KH Miftachul Akhyar dianggap sudah tidak mampu lagi mengendalikan kepengurusan Tanfidziyah PBNU. Ia menyebut bahwa pengakuan Kiai Miftah atas kesalahan Gus Yahya menjadi bukti bahwa koordinasi internal sudah tidak berjalan efektif.

“Beliau sudah mengakui kesalahan Tanfidziyah. Itu artinya tidak lagi sejalan. Maka secara etik dan moral, beliau juga harus mundur,” ujarnya.

Menurutnya, dalam sistem PBNU, Rais Aam memiliki tanggung jawab untuk mengawasi dan menegur jajaran Tanfidziyah. Ketidakmampuan melaksanakan fungsi itu dinilai sebagai kegagalan moral yang tak bisa dibiarkan.

Kiai Malik juga mengkritik kecenderungan sebagian pihak dalam NU yang terlalu menekankan pada kebenaran formalistik atau prosedural, sementara mengabaikan substansi kebenaran.

“Islam itu lebih berpihak pada kebenaran substantif, bukan hanya formalitas. Apalagi sekarang iklim money politics menyulitkan penegakan kebenaran secara murni,” jelasnya.

Ia mengutip kaidah fikih hukmul haakim laa yughayyirul waaqi, yang berarti keputusan hakim tidak bisa mengubah fakta, untuk menekankan pentingnya kesadaran terhadap kenyataan moral di atas putusan administratif.

Kiai Malik membandingkan kultur tanggung jawab moral di Jepang dan Korea Selatan, di mana para pejabat yang tersangkut skandal akan segera mengundurkan diri karena rasa malu.

"Kalau di Jepang dan Korea Selatan rasa malu membuat pejabat mengundurkan diri. Mengapa di NU yang seharusnya menjadi penjaga moral bangsa, malah tidak demikian? Padahal dalam NU ada hadits, ‘Al-hayaa-u minal iman’ malu itu bagian dari iman," tandasnya.

Kiai Malik berharap kepemimpinan NU ke depan bisa kembali ke khittah perjuangan para ulama pendahulu yang menjunjung tinggi integritas, amanah, dan keteladanan moral. (zen)

Kategori :