RAKYATCIREBON.ID – Naiknya gas LPG 3 Kg, dimasa resesi menimbulkan banyak spekulasi publik. Pemerintah dinilai tak memiliki empati.
Pasalnya Pemkab sudah mengeluarkan SK menyetujui adanya kenaikan. Tertuang dalam SK Bupati dengan nomor 504.243/Kep.371 -Rek dan 9DA/2021.
Kenaikan gas LPG itu, yang tertuang dalam SK Bupati itupun rupanya tidak dikomentari Dinas Perdagangan dan Perindustrian. Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustian Kabupaten Cirebon, Dadang Suhendra, melalui Kabid Perdagangan dan Bahan Pokok, Iwan Suroso mengaku enggan menanggapi terkait kenapa SK kenaikan harga tersebut dibuat, saat perekonomian semakin terpuruk. Disperindagin hanya sebatas fasilitator dengan pihak Hiswana Migas.
\"Kalau mengomentari masalah SK Bupati, bukan ranah kami ya. Nanti kami akan undang Hiswana, agen dan pangkalan untuk melakukan sosialisasi. Walau harga di pasaran katanya mulai mahal, kami tidak punya kewenangan untuk mengambil tindakan,\" kata Iwan, kesejumlah awak media, Selasa (1/3).
Sebagai informasi, isi SK tersebut berkaitan dengan penetapan harga eceran tertinggi (HET) LPG 3 Kilogram, untuk kebutuhan rumah tangga dan usaha mikro di Kabupaten Cirebon.
Tercatat, Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan dalam SK tersebut adalah Rp 16 ribu yang harus dijual agen ke pangkalan-pangkalan. Lalu dari pangkalan ke pengecer, ditetapkan harga sebesar Rp19 ribu.
SK tersebut sudah ditadatangani tahun lalu, namun Pemkab Cirebon baru memberlakukan SK tersebut, per 1 Maret tahun ini. HET dalam SK bupati Cirebon ini, juga diberlakukan sama se wilayah Ciayumajakuning.
Iwan menjelaskan, kenaikan itu diberlakukan karena sejak tahun 2014 lalu, belum ada kenaikan harga sama sekali. Saat ini di Kabupaten Cirebon ada 41 agen, dengan jumlah 1.841 pangkalan gas elipiji 3 kilogram.
Sebelumnya, Pemerhati kebijakan publik, sekaligus pemilik pangkalan LPG 3 Kg di Cirebon, Heri Sugianto menjelaskan kenaikan HET yang baru diberlakukan itu, hanya di wilayah III Cirebon. Tidak dengan daerah lain.
“Ini hanya di wilayah III Cirebon saja. Saya kontak di Jakarta juga belum ada kenaikan,” katanya.
Ia menilai, ada keserakahan terkait aturan penetapan HET baru ini. Harus dikritisi. Karena menyangkut hidup orang banyak, ditengah posisi harga-harga lainnya serba naik.
“Ini harus diselidiki. Siapa yang mendalanginya. Ada apa antara Bupati, Walikota dengan pengurus dan pengusaha agen gas. Ngga mungkin sekonyong-konyong disetujui. Sedangkan kondisi masyarakat masih sakit. Ini tidak boleh diberlakukan. Harus dibatalkan,” tegasnya.
Ia pun mempertanyakan kenapa di Cirebon dilakukan kenaikan? Heri pun menjelaskan, sebenarnya, posisinya sebagai pemilik pangkalan, secara bisnis, sangat diuntungkan. Tapi langkah tersebut tidak diharapkan. Sementara, ada tekanan, harus diberlakukan.
“Kami sebagai pangkalan, kami disini ditekan. Kalau tidak menebus seharga Rp16 ribu, dan menjual Rp19 ribu. Kita bisa di cut pangkalannya. Kami sih senang-senang saja.Tapi kan kasian masyarakatnya. Yang wajar saja lah. Disamakan dengan daerah lain,” katanya.
Menurutnya, semua harus berempati saat ini. Tidak elok ketika memperkaya diri.