RAKYATCIREBON.ID, CIREBON - Belum tuntas urusan minyak goreng, giliran harga elpiji bakal menyusul naik. Informasinya, kenaikan harga diberlakukan mulai hari ini, 1 Maret 2022. Harga Eceran Terendah (HET)-nya, dari agen ke pangkalan di angka Rp16 ribu, sementara HET dari pangkalan ke masyarakat sebesar Rp19 ribu.
Tentu, kenaikan HET dari pangkalan ini akan memicu kenaikan gas elpiji di kalangan masyarakat. Sejauh ini saja, masyarakat umum sudah harus mengeluarkan Rp21.500 sampai Rp23 ribu untuk mendapatkan gas elpiji 3 kg atau gas melon itu. Apalagi, ketika sudah dinaikan.
“Sekarang saya beli gas dari warung per tabungnya Rp21.500 sampai Rp23 ribu,” kata Wina, warga Pejambon, Senin (28/2).
Ibu rumah tangga itu mengaku, tidak mengetahui akan diberlakukannya aturan baru per 1 Maret ini. Dimana HET dari pangkalan ke agen-agen kecil, di angka Rp19 ribu. “Nanti pasti ada kenaikan kalau dari pusatnya naik sih. Saya biasa belinya di warung terdekat. Pastinya, di warung nanti juga ikut naik,” katanya.
Adanya wacana kenaikan itu pun dikeluhkan pedagang gorengan, Imas. Menurutnya, di masa resesi saat ini, harusnya pemerintah tidak mempersulit rakyat. “Kemarin sudah menaikan harga minyak. Ini mau naikin lagi gas. Pemerintah mau bisnis sama rakyatnya?” tandasnya.
Mengetahui informasi wacana kenaikan gas, Imas mengaku tidak bisa berbuat banyak. “Kemarin saat minyak goring naik, bisa apa? Cuma ngeluh. Sekarang mau naikin gas lagi, kami rakyat kecil, bisa apa? Bisa tetap bertahan untuk bisa makan saja sudah untung,” ungkapnya kesal.
Pemerhati kebijakan publik sekaligus pemilik pangkalan elpiji 3 kg di Cirebon, Heri Sugianto menjelaskan, HET baru itu, hanya berlaku di wilayah III Cirebon. Tidak dengan daerah lain. “Ini hanya di wilayah III Cirebon saja. Saya kontek di Jakarta juga belum ada kenaikan,” katanya.
Dia menilai, ada keserakahan terkait aturan penetapan HET baru ini. Harus dikritisi. Karena menyangkut hidup orang banyak. Di tengah posisi harga-harga lainnya yang serba naik.
“Ini harus diselidiki. Siapa yang mendalanginya. Ada apa antara bupati, walikota dengan pengurus dan pengusaha agen gas. Nggak mungkin sekonyong-konyong disetujui. Sedangkan kondisi masyarakat masih sakit. Ini tidak boleh diberlakukan. Harus dibatalkan,” tegasnya.
Ia pun mempertanyakan kenapa di Cirebon diberlakukan kenaikan? Heri pun menjelaskan, sebenarnya posisinya sebagai pemilik pangkalan, secara bisnis, sangat diuntungkan. Tapi langkah tersebut tidak diharapkan. Sementara, ada tekanan, harus diberlakukan.
“Kami sebagai pangkalan, kami di sini ditekan. Kalau tidak menebus seharga Rp16 ribu dan menjual Rp19 ribu, kita bisa di-cut pangkalannya. Kami sih senang-senang saja. Tapi kan kasihan masyarakatnya. Yang wajar saja lah. Disamakan dengan daerah lain,” imbuhnya.
Menurutnya, semua harus berempati terhadap masyarakat. Tidak elok ketika memperkaya diri. “Intinya, dari segi bisnis, kami tidak masalah dengan ini. Tapi kami peduli dengan masyarakat. Kita harusnya menumbuhkan empati di tengah kondisi sekarang ini. Bukan malah memperkaya diri,” tuturnya.
KENAIKAN HANYA NON SUBSIDI
Terpisah, Pertamina melalui PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) melakukan penyesuaian harga elpiji non subsidi seperti Bright Gas. Sedangkan untuk elpiji subsidi 3 kg tidak ada perubahan harga yang berlaku.
Kenaikan harga elpiji non subsidi dipicu peningkatan harga Contract Price Aramco (CPA) yang menjadi salah satu acuan penetapan harga elpiji di Bulan Februari yang mencapai 775 USD/metrik ton, atau naik sekitar 21 persen dari harga rata-rata CPA sepanjang tahun 2021.