Catatan: MUKTI ALI QUASYAIRI, Ketua LBM PWNU DKI Jakarta
GEBYAR Haul KH Anas Sirojuddin ke-8 pada Senin, 20 Desember 2021 dihadiri oleh Syekh Prof. Dr. Ali Ibrahim (seorang ulama dan ketua delegasi Al-Azhar Mesir di Indonesia), Gus Miftah, Nikita Mirzani, Charly Van Houten, Valdy Nyonk, dan grup Rumput Laut yang digelar di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon di bawah asuhan KH Imam Jazuli.
Setiap Haul KH Anas Sirojuddin yang diadakan di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia selalu menghadirkan ulama Al-Azhar Mesir dan selebritis nasional.
Ada Nikita Mirzani—selanjutnya disebut Nikita—di Pondok Pesantren cukup menarik. Nikita terlihat menggunakan kostum gamis beludru berwarna hitam dan berjilbab. Terlihat anggun laksana santri putri atau ibu nyai pesantren.
Tak terlihat seperti Nikita dalam pemberitaan dan medsos. Ini sebuah kejutan. Pasalnya, Nikita Mirzani dikenal sebagai selebritis yang dalam beberapa hal tergolong kontroversial. Akan tetapi Nikita berada di Pesantren.
Barangkali dalam pandangan sebagian orang bahwa ini sebuah kejanggalan atau anomali. Namun, bagi kalangan NU yang sedang bermuktamar di Lampung bahwa ini sebuah peristiwa yang pernah dilakoni oleh Gus Mik pengasuh pesantren Ploso Kediri dan Gus Dur.
Gus Mik semasa hidupnya bergaul dengan kalangan selebritis dari yang biasa sampai yang kontroversial. Bahkan Gus Mik juga mengajak selebritis ke Pesantren. Begitu juga Gus Dur seorang kiyai pesantren dan ketua PBNU menjadi juri film nasional dan ketua Dewan Kesenian Jakarta, yang sudah barangtentu bergaul secara langsung dengan seniman, budayawan, sastrawan, dan selebritis.
Sehingga sejatinya KH. Imam Jazuli—selanjutnya disebut Kiyai Imam—mengajak Nikta ke Pesantren merupakan kelanjutan dari legasi luhur Gus Mik dan Gus Dur. Boleh dibilang bahwa Gus Mik, Gus Dur, dan Kiyai Imam serta beberapa kiyai-kiyai NU lain tergolong kiyai nyentrik.
Boleh dibilang, Kiyai Imam merupakan kiyai yang terinspirasi dari para kiyai nyentrik sebelumnya yaitu Gus Mik, Gus Dur, Gus Mus, dan yang lain.
Selain Kiyai Imam, ada Gus Miftah yang bersama Nikta hadir di Pesantren Kiyai Imam dan Kiyai Zastrow al-Ngatawi yang bergaul secara langsung dengan kalangan selebritis.
Perbedanya yaitu: Kiyai Imam merangkul kalangan selebritis seperti Nikita dengan media pesantren; Gus Miftah berdakwah di dunia malam, dugem, lokalisasi, dan kalangan selebritis mirip dengan lakon Gus Mik; Kiyai Zastrow merangkul kalangan selebritis melalui media musik Ki Ageng Ganjur dan Makara UI.
Dalam pandangan Kiyai Imam, bahwa pesantren harus diposisikan sebagai lembaga dakwah yang inklusif, terbuka bagi semua kalangan. Kiyai Imam sendiri membuka pintu pesantren untuk kalangan komunitas band, komunitas Mersedes-Benz dan otomotif, komunitas Moge, dan selebritis.
Mereka yang berada di luar agar mengetahui secara langsung kehidupan pesantren. Ini pun cerminan dari keluasan pergaulan dan jaringan seorang Kiyai Imam.
Menurut Kiyai Imam bahwa Nikita pernah juga merasakan dunia santri meski sebentar dan beberapa kegiatannya banyak yang positif seperti santunan untuk anak yatim dan mustadzh’afin (kaum lemah), kurban sapi yang dagingnya dibagikan ke tetangga dan kaum lemah, serta nasionalismenya tinggi.
Mungkin berbagai kegiatan yang lain lantaran tuntutan profesi dan pekerjaan. Sehingga, Kiyai Imam mengundang Nikta ke pesantren bukan bermaksud ingin memberikan petunjuk (hidayah) lantaran hidayah adalah hak perogratif Allah, dan siapapun—termasuk Kiyai Imam—tidak ada yang bisa memberikan hidayah kepada siapapun.