Atin anak bungsu dari enam bersaudara mengaku sempat dilarang ayahnya Suanda (alm) untuk sekolah dengan alasan kasihan takut diejek temannya. Namun berkat keinginannya yang keras dan terus berusaha belajar menulis, akhirnya ayahnya mengizinkan sekolah SD di usia 7 tahun.
Ketika sekolah di SD, dia terus menjadi juara kelas demikian juga saat SMP hingga selama sekolah SMP dia mendapat beasiswa.
“Waktu masuk sekolah bapak terus melarang karena mungkin kasihan. Tapi saya terus belajar untuk menunjukan bahwa saya bisa menulis dan berhitung. Dan akhirnya mengizinkan sekolah. Malah di SMP semua biaya sekolah dibayar dari beasiswa,” kata Atin.
Usai tamat SMP, ayahnya kembali melarang melanjutkan sekolah dengan alasan yang sama. Namun Atin mengaku tetap memaksa untuk masuk SMA dan akhirnya diterima di SMA Negeri 2 Majalengka.
Dia tak pernah memiliki hambatan apapun ketika sekolah di SMA. Hanya prestasinya tidak sebagus semasa di SMP karena banyaknya saingan. “Hanya waktu SMA kurang banyak teman. Tak ada yang menemani karena mungkin saya seperti ini. Jadi ya sendirian saja,” kenang Atin yang kini telah dikaruniai dua orang anak, usia SD dan anak bungsunya baru tiga tahunan.
Atin pun kini menjadi kebanggaan suaminya Yusuf, karena terampilnya mengurus rumah tangga serta membantunya mengerjakan pekerjaan menjahit pakaian.
Pasangan suami istri ini pun tak pernah mengeluh walau selama masa pandemi sepi orderan. Dan tak pernah mendapat bantuan sosial apapun dari pemerintah. Sedangkan warga lain di kampungnya yang kondisi ekonominya lebih baik, justru mendapat bantuan dari berbagai program. (hsn)