RAKYATCIREBON.ID - Seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) bernama Nenah Arsinah (38), warga Desa Ranji Wetan, Kecamatan Kasokandel, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, terancam hukuman mati di Uni Emirat Arab. Nasib Nenah pun bergantung pada bantuan pemerintah Indonesia.
Sejak tahun 2014 lalu, Nenah harus mendekam di penjara Sharjah, Dubai, Uni Emirat Arab karena dituduh membunuh sopir majikannya. Nenah juga terancam hukuman mati karena dugaan tuduhan tersebut.
Kepala Desa Ranji Wetan, Saeful Imam membenarkan, bahwa ada warganya yang saat ini sedang terjerat kasus hukum di Dubai, UAE. Disampaikannya, saat ini kasus tersebut sedang ditangani Forum Pekerja Migran Indonesia (FPMI) yang berada di Majalengka.
\"Iya benar, katanya dituduh membunuh sopir dari majikannya,\" ujar Saeful Imam, saat dikonfirmasi, Senin (24/5).
Di tempat terpisah, Ketua Forum Pekerja Migran Indonesia (FPMI) DPD Majalengka, Muhamad Fauzi mengatakan, pihaknya saat ini sedang menangani kasus warga Majalengka yang dituntut hukuman mati. Ia mendapatkan laporan dari keluarganya pada bulan lalu.
\"Jadi, pada tanggal 26 April 2021, ada keluarga atas nama PMI Nenah datang ke kantor kami. Mereka melaporkan tentang anaknya yang sedang bekerja di UEA yang mendapatkan kasus tuduhan pembunuhan berencana,\" ucap Fauzi.
Menurut cerita keluarga, jelas Fauzi, Nenah saat ini sedang berada di kurungan penjara di daerah Sharjah, Dubai, UAE. Nenah sendiri mendapatkan tuntutan hukuman mati akibat tuduhan kasus pembunuhan tersebut.
\"Untuk itu, pihak kami menelusuri kasus ini, kita pelajari. Setelah kita mendapatkan informasi dari keluarga Nenah sendiri, bahwa kejadiannya itu terjadi pada tahun 2014 lalu,\" jelas dia.
Fauzi menceritakan, kejadian bermula pada tahun 2014 lalu di mana Nenah hendak memberi makan sopir majikannya di kamar. Namun, Nenah dikagetkan dengan kondisi sopir majikannya yang sudah dalam keadaan meninggal.
\"Melihat kejadian itu, majikan Nenah malah menjerumuskan Nenah ke penjara dengan meminta Nenah menandatangani kertas yang bertuliskan Arab gundul. Padahal, jika orang mengerti, itu kertas menyatakan bahwa yang menandatangani berarti mengaku telah membunuh,\" katanya.
Kondisi seperti itu, membuat Nenah langsung dibawa oleh pihak kepolisian dan dituntut hukuman mati. Namun, Fauzi menyatakan bahwa selama di penjara kurang lebih 7 tahun ini, bukti bahwa Nenah bersalah kurang lengkap. Oleh karena itu, Nenah hanya dibiarkan di penjara tanpa ada kejelasan.
\"Sehingga, kami akan mengupayakan bahwa Nenah bisa bebas. Kami sudah berkoordinasi dengan BP2MI, DPR RI, KBRI Dubai, Kemenlu dan lainnya,\" ungkapnya.
\"Sudah ada jawaban juga bahwa akan ada negosiasi diyat dengan pihak sana. Terkait nominal diyatnya kami belum tahu. Yang jelas, sudah ada titik terang sebesar 75 persen, bahwa Nenah bisa bebas,\" ujarnya. (hsn)