KECAGGIHAN tekonologi saat ini membuat urusan duniawi menjadi mudah. Sayangnya, alat komunikasi yang terhubungan dengan internet itu sering disalahgunakan. Bahkan di tangan remaja, bila tanpa pengawasan orangtua, ponsel pintar tersebut malah akan jadi penyebab malapetaka.
Sejatinya Tini yang baru berusia 17 tahun, ia adalah warga di salah satu desa di Kecamatan Panyingkiran. Iapun dikenal sebagai siswi yang cukup pandai, dan aktif dalam berbagai kegiatan eskul.
Sifatnya yang selalu penasaran dan ingin mengetahui semua pelajaran atau imu yang diperoleh disekolahnya menjadikan Tini sebagai pelajar yang terbilang pandai lah meski tidak sampai masuk dalam 10 besar rangkin di sekolahnya.
Namun sayangnya Tini memiliki kebiasaan buruk, yakni tidak mau lepas dengan gadget-nya. Bahkan ia kerap duduk berjam-jam untuk bisa bermain gadget maupun berselancar di dunia maya. Berawal dari kegemaranya itu, tanpa sepengetahuan orang tuanya, ternyata Tini kerap membuka situs-situs yang tidak selayaknya.
Dampaknya terasa ketika ia mengenal Tono, pemuda usia 20 tahun. Tono yang rajin berselancar di media sosial kerap komunikasi dengan Tini. Awalnya, ngobrol biasa, lama-lama ngobrol yang tidak biasa. Termasuk ngobrol yang menjurus ke ranah orang dewasa.
Singkat cerita, Tono dan Tini punya hubungan khusus. Karena lemahnya kontrol orangtua, Tini akhirnya harus menangung resikonya sendirian, yakni hamil diluar nikah.
Tina sang ibu yang mengetahui Tini anaknya hamil di luar nikah sangat shock dan marah. Apalagi Tini merupakan anak yang diharapkan akan meningkatkan drajat keluarganya melalui pendidikan. Tetapi Celaka Dua Belas, ternyata harapanya hancur seketika.
Tono sang kekasih yang telah menyebabkan kehamilan Tini berupaya jantan, bak satria. Ia pun datang ke rumah Tini untuk mempertangungjawabkan perbuatanya. Namun, sayangnya orangtua Tini menolak kehadiran Tono yang dinilai telah menghancurkan masa depan anaknya.
Orangtuanya mengaku tidak sudi melihat wajah Tono apalagi menerimanya menjadi menantu bagi anaknya yang sudah dihancurkan itu. Orangtua Tini juga dengan tegas mengusir Tono. Seakan tidak percaya, akhirnya Tono pulang dengan loyo.
Meski demikian Tono tetap berusaha bertanggung jawab dengan mengirimkan uang dari hasil ia berjualan buah-buahan, untuk keperluan sang pujaan hati dan si jabang bayi yang mau keluar.
Selang beberapa bulan akhirnya Tini melahirkan bayi laki laki yang wajahnya mirip dengan Tono. Namun apa daya Tono tidak bisa melihat buah hatinya itu, karena selama ini orangtua Tini, selalu melarangnya untuk bertemu dengan anak dan istri, eh kekasihnya itu.
Waktu terus berjalan. Karena desakan ekonomi, akhirnya Tini terpaksa harus menjadi TKI dan bekerja ke Taiwan. Tini harus bekerja untuk membesarkan anaknya itu. Kini sudah 2 bulan lebih Tini meninggalkan anaknya, buah cinta dengan Tono. “Saya sebenarnya kangen mas dan siap menikahi Tini pujaan hati saya, tapi ibunya selalu menolak, saya sangat sedih mas ,” ujar Tono.
Menurut Dadi, tetangga Tini, kejadian ini harusnya menjadi pelajaran berharga bagi para orang tuanya, untuk senantiasa mengawasi anak-anaknya. Kemajuan teknologi pada dasarnya cukup baik, namun disamping itu ada dampak negatif yang harus diwaspadai. Apalagi sekarang sebutnya banyak ponsel yang sudah memiliki fasilitas canggih untuk browsing dan lainnya.
“Jadi saran saya jangan sekali kali memberikan anak-anak kita ponsel yang cangih, dan terus awasi serta pantau aktifitas anak-anak kita agar terhindar dari hal negatif dampak kemajuan dan kemudahan akses teknologi itu,” terangnya kepada Rakyat Majalengka. (pai)