Anggaran Pilwalkot 2018 Lebih Rp300 Juta, Rp2,7 Miliar untuk Alat Peraga Kampanye
KEJAKSAN – Lahirnya UU Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah sempat menimbulkan perspektif berbeda pada ketentuan penyediaan Alat Peraga Kampanye (APK).
Muncul persepsi bahwa pembiayaan APK yang semula dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU), kemudian berubah menjadi tanggungan masing-masing calon.
Namun, KPU Kota Cirebon memastikan, pengadaan APK untuk calon walikota dan wakil walikota nanti pada Pemilihan Walikota (Pilwalkot) 2018 tetap menjadi beban pembiayaan KPU.
Namun, masing-masing calon dibolehkan mengadakan APK, apabila APK yang disediakan KPU dirasa kurang.
“Dengan terbitnya UU Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah sebagai revisi UU sebelumnya, sempat mencuat pemahaman beberapa pihak bahwa pendanaan untuk APK berasal dari APBD kota/kabupaten, dikembalikan lagi ke masing-masing pasangan calon,” ungkap Ketua KPU Kota Cirebon, Emirzal Hamdani SE Ak, usai rapat bersama Komisi A DPRD dan perwakilan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Jumat (26/7) lalu, di Griya Sawala gedung DPRD Kota Cirebon.
Atas dasar itu, kata Emir, TAPD dan Banggar DPRD menghubungi pihaknya untuk melakukan pembahasan ulang anggaran pelaksanaan pilwalkot 2018.
“Karena alokasi anggaran untuk APK mencapai sekitar Rp2,7 miliar. Dengan begitu, pemahamannya, anggaran tersebut bisa dikeluarkan dari pos belanja pilkada,” jelasnya.
Akan tetapi, lanjut Emir, setelah pihaknya mengkaji UU Nomor 10/2016 secara komprehensif, pada Pasal 65 diketahui mengatur bahwa pengadaan APK tetap dibiayai oleh KPU daerah.
“Meskipun memang di Pasal 2b disebutkan, pasangan calon dibolehkan membuat APK, apabila APK yang dibuatkan oleh KPU dirasa kurang. Tapi jumlahnya nanti diatur, misalnya mengacu pada Peraturan KPU,” ujarnya.
Emir juga menjelaskan, ketentuan bahwa pengadaan APK dilakukan oleh KPU, salahsatunya bermaksud untuk mengurangi kesenjangan antar calon. Khususnya dari sudut pandang kondisi finansial setiap calon.
“APK itu diadakan oleh KPU maksudnya untuk mengurangi kesenjangan di antara pasangan calon. Sehingga tidak begitu terlihat mana pasangan calon yang punya finansial terbatas dan finansial lebih besar,” tuturnya.
Secara keseluruhan, kata Emir, anggaran pelaksanaan pilwalkot 2018 sebesar Rp22,9 miliar, mengalami kelebihan sekitar Rp300 juta.
Hal itu diketahui setelah pihaknya menghitung ulang dengan menyesuaikan beberapa regulasi terbaru.
“Setelah kami hitung ulang, mengacu beberapa regulasi terbaru, misalnya Surat Menteri Keuangan dan Surat Keputusan KPU, ada selisih sekitar Rp300 juta,” katanya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Cirebon, Edi Suripno SIP MSi mengaku setuju dengan pelaksanaan UU Nomor 10/2016, yang mana pembiayaan APK menjadi beban KPU dengan menggunakan APBD yang sudah dialokasikan.
“Jadi tidak begitu terlihat, mana calon yang banyak uang, mana yang pas-pasan. Lagipula, saya pikir spanduk atau APK lainnya tidak begitu berpengaruh signifikan terhadap calon. Yang terpenting adalah figurnya di mata masyarakat,” kata Edi.
Untuk diketahui, anggaran sebesar Rp22.957.100.000 untuk KPU menyelenggarakan pilwalkot 2018 mendatang sudah disahkan melalui rapat paripurna DPRD. Anggaran itu masuk dalam pos dana cadangan pilkada yang akan dibayarkan secara bertahap melalui tiga kali pembiayaan.
Pada APBD murni 2016 dialokasikan dana cadangan pilkada sebesar Rp10 miliar, di APBD perubahan 2016 dialokasikan sebesar Rp5 miliar, selebihnya dialokasikan di APBD murni 2017. (jri)
KEJAKSAN – Lahirnya UU Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah sempat menimbulkan perspektif berbeda pada ketentuan penyediaan Alat Peraga Kampanye (APK).
Muncul persepsi bahwa pembiayaan APK yang semula dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU), kemudian berubah menjadi tanggungan masing-masing calon.
Namun, KPU Kota Cirebon memastikan, pengadaan APK untuk calon walikota dan wakil walikota nanti pada Pemilihan Walikota (Pilwalkot) 2018 tetap menjadi beban pembiayaan KPU.
Namun, masing-masing calon dibolehkan mengadakan APK, apabila APK yang disediakan KPU dirasa kurang.
“Dengan terbitnya UU Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah sebagai revisi UU sebelumnya, sempat mencuat pemahaman beberapa pihak bahwa pendanaan untuk APK berasal dari APBD kota/kabupaten, dikembalikan lagi ke masing-masing pasangan calon,” ungkap Ketua KPU Kota Cirebon, Emirzal Hamdani SE Ak, usai rapat bersama Komisi A DPRD dan perwakilan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Jumat (26/7) lalu, di Griya Sawala gedung DPRD Kota Cirebon.
Atas dasar itu, kata Emir, TAPD dan Banggar DPRD menghubungi pihaknya untuk melakukan pembahasan ulang anggaran pelaksanaan pilwalkot 2018.
“Karena alokasi anggaran untuk APK mencapai sekitar Rp2,7 miliar. Dengan begitu, pemahamannya, anggaran tersebut bisa dikeluarkan dari pos belanja pilkada,” jelasnya.
Akan tetapi, lanjut Emir, setelah pihaknya mengkaji UU Nomor 10/2016 secara komprehensif, pada Pasal 65 diketahui mengatur bahwa pengadaan APK tetap dibiayai oleh KPU daerah.
“Meskipun memang di Pasal 2b disebutkan, pasangan calon dibolehkan membuat APK, apabila APK yang dibuatkan oleh KPU dirasa kurang. Tapi jumlahnya nanti diatur, misalnya mengacu pada Peraturan KPU,” ujarnya.
Emir juga menjelaskan, ketentuan bahwa pengadaan APK dilakukan oleh KPU, salahsatunya bermaksud untuk mengurangi kesenjangan antar calon. Khususnya dari sudut pandang kondisi finansial setiap calon.
“APK itu diadakan oleh KPU maksudnya untuk mengurangi kesenjangan di antara pasangan calon. Sehingga tidak begitu terlihat mana pasangan calon yang punya finansial terbatas dan finansial lebih besar,” tuturnya.
Secara keseluruhan, kata Emir, anggaran pelaksanaan pilwalkot 2018 sebesar Rp22,9 miliar, mengalami kelebihan sekitar Rp300 juta.
Hal itu diketahui setelah pihaknya menghitung ulang dengan menyesuaikan beberapa regulasi terbaru.
“Setelah kami hitung ulang, mengacu beberapa regulasi terbaru, misalnya Surat Menteri Keuangan dan Surat Keputusan KPU, ada selisih sekitar Rp300 juta,” katanya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Cirebon, Edi Suripno SIP MSi mengaku setuju dengan pelaksanaan UU Nomor 10/2016, yang mana pembiayaan APK menjadi beban KPU dengan menggunakan APBD yang sudah dialokasikan.
“Jadi tidak begitu terlihat, mana calon yang banyak uang, mana yang pas-pasan. Lagipula, saya pikir spanduk atau APK lainnya tidak begitu berpengaruh signifikan terhadap calon. Yang terpenting adalah figurnya di mata masyarakat,” kata Edi.
Untuk diketahui, anggaran sebesar Rp22.957.100.000 untuk KPU menyelenggarakan pilwalkot 2018 mendatang sudah disahkan melalui rapat paripurna DPRD. Anggaran itu masuk dalam pos dana cadangan pilkada yang akan dibayarkan secara bertahap melalui tiga kali pembiayaan.
Pada APBD murni 2016 dialokasikan dana cadangan pilkada sebesar Rp10 miliar, di APBD perubahan 2016 dialokasikan sebesar Rp5 miliar, selebihnya dialokasikan di APBD murni 2017. (jri)