DPRD Kabupaten Cirebon Tepis Tuduhan Bahas Raperda dengan Tertutup
TIDAK TERTUTUP. Ketua Pansus I tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan, H Mahmudi sebut pihaknya terbuka untuk keterlibatan pihak luar eksekutif dalam membahas raperda. FOTO : ZEZEN ZAENUDIN ALI/RAKYAT CIREBON--
RAKYATCIREBON.ID, CIREBON – DPRD terbuka dengan pihak manapun ketika ingin terlibat dalam pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda). Hanya saja, sejauh ini memang keterlibatan masyarakat atau lembaga dalam pembahasan raperda di DPRD masih minimn.
Hal itu bukan tanpa alasan, mengingat sudah terwakili oleh SKPD terkait. Padahal, keberadaan lembaga di luar pemerintahan itu langsung bersentuhan dengan masyarakat. Misalnya, Komisi Nasional Perlindungan Anak Cirebon Raya.
“Sebetulnya DPRD membuka ruang setiap lembaga dalam pembahasan Raperda. Hanya saja, saat ini pembahasan raperda tersebut sudah masuk rumusan akhir,” kata Ketua Pansus I tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan, H Mahmudi, Rabu (18/5).
Politikus PKB itu menjelaskan, sebenarnya raperda itu sesuai dengan judul awal, yakni Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Namun, seiring berjalannya waktu, akhirnya diputuskan raperda itu hanya membahas tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan (PPP).
Sementara untuk anak belum dulu dibahas. Sebab, nantinya ada Raperda tentang Kabupaten Layak Anak (KLA).
"Artinya, terpisah. Tidak disatukan. Raperda KLA itu tidak masuk dalam program pembentukkan peraturan daerah (propemperda). Insyaallah akan diusulkan di perubahan propemperda," kata Mahmudi,
Lanjut Mahmudi, Komnas Perlindungan Anak Cirebon Raya bisa nanti masuk ikut terlibat saat pembahasan Raperda KLA. Di raperda KLA akan membahas seluruh komponen secara ideal. Misalnya, fasilitas layak anak, perlindungan korban kekerasan seksual, dan lain sebagainya.
"Jadi yang kemarin dibahas tidak sampai pada pembahasan anak. Untuk pembahasan anak next di Raperda KLA," terangnya.
Ia menjelaskan, kenapa lembaga diluar pemerintahan tidak dilibatkan, karena ada SKPD yang membidanginya. Maka, dianggap cukup mewakili. Tapi, ketika tidak ada yang mewakili baru dilibatkan. Seperti pembahasan Raperda tentang MDT (Madrasah Diniyyah Takmiliyah).
"Di SKPD kan tidak ada yang membidangi. Karena MDT itu liniernya dengan Kemenag yang merupakan lembaga vertikal. Maka, kita libatkan, seperti Kemenag, pesantren, dan guru madrasah. Tapi, kami tetap membuka ruang bagi lembaga non pemerintahan untuk ikut terlibat dalam pembahasan Raperda," katanya.
Hanya saja, tambah Mahmudi, pemerintah daerah tidak mengeluarkan anggaran diluar non PNS. Tinggal bagaimana lembaga kompeten yang berkaitan berkoordinasi dengan dinas terkait. (zen)
Sumber: