Ditemukan 17 Transaksi ACT yang Mencurigakan, Diduga Dikirim ke Jaringan Terorisme

Ditemukan 17 Transaksi ACT yang Mencurigakan, Diduga Dikirim ke Jaringan Terorisme

--

RAKYATCIREBON.ID, JAKARTA - Densus 88 Antiteror Polri merespons temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) perihal adanya salah satu karyawan Aksi Cepat Tanggap (ACT) mengirimkan dana ke negara-negara berisiko tinggi dengan terorisme.

Sejumlah negara yang menjadi tujuan pengiriman dana itu ialah Turki, Kyrgyzstan, Bosnia, Albania, India, Bangladesh, Nepal, dan Pakistan. Kabagbanops Densus 88 Antiteror Polri Kombea Aswin Siregar mengatakan pihaknya telah menerima data dari PPATK perihal transaksi mencurigakan yang diduga terindikasi tindak pidana pendanaan terorisme oleh ACT itu.

"PPATK mengirimkan data transaksi mencurigakan yang diduga terindikasi tindak pidana pendanaan terorisme kepada Densus 88 karena adanya aliran dana ke beberapa wilayah (negara) berisiko tinggi yang merupakan hotspot (jaringan) aktivitas terorisme," kata Aswin kepada JPNN.com, Kamis (7/7) dan disadur oleh RakyatCirebon.id.

Kendati demikian, kata Aswin, data itu hanya bersifat penyampaian informasi. Karena itu, perlu didalami lebih lanjut.

"Data yang dikirim oleh PPATK bersifat penyampaian informasi kepada stakeholder terkait untuk dilakukan verifikasi lebih lanjut," ujar Aswin.

Perwira menengah Polri itu mengatakan saat ini pihaknya tengah mendalami aliran dana sebagaimana temuan PPATK tersebut. "Densus 88 secara intensif sedang bekerja mendalami transaksi-transaksi tersebut," tutur Aswin Siregar.

PPATK sebelumnya menemukan indikasi tentang salah satu karyawan Aksi Cepat Tanggap (ACT) mengirimkan dana ke negara-negara berisiko tinggi dengan terorisme.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menuturkan negara-negara itu berisiko tinggi karena masih lemah dalam hal sistem anti-pencucian uang (antimoney laundering) dan penanganan terorisme. PPATK mencatat karyawan ACT itu melakukan 17 transaksi dengan jumlah dana Rp1,7 miliar. Jumlah setiap pengirimannya bervariasi.

"Antara Rp10 juta sampai dengan Rp52 juta," kata Ivan. Menurut Ivan, penelusuran PPATK mengungkap indikasi tentang karyawan ACT itu terafiliasi dengan kelompok terorisme jaringan Al Qaeda. Penerima dana itu pernah ditangkap kepolisian Turki.

Kendati demikian, PPATK masih perlu menelusuri lebih lanjut perihal temuan itu. "Ini masih dalam kajian lebih lanjut, apakah memang ditujukan untuk aktivitas lain atau ini secara kebetulan," kata Ivan.(jpnn/rakcer)

Sumber: