Perajin Tahu dan Tempe Kurangi Produksi

Perajin Tahu dan Tempe Kurangi Produksi

BINGUNG. Para pengusaha tahu dan tempe di Desa Cisambeng Kecamatan Palasah mulai mengurangi produksi karena harga kedelai mulai naik.--

RAKYATCIREBON.ID, MAJALENGKA – Kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) mulai berimbas pada naiknya harga kedelai di Kabupaten Majalengka. Semula harga kedelai masih di angka Rp10 ribu atau Rp11 ribu, kini harga kedelai sudah di angka Rp12.800 per kilogram.

Kacang kedelai bagi produksi tahu dan tempe khususnya di wilayah Desa Cisambeng Kecamatan Palasah tentu menjadi bahan utama. Akibat kenaikan harga kedelai ini membuat resah para perajin tahu tempe. Setiap ada kenaikan harga kedelai membuat para pengusaha tahu dan tempe di wilayah Kabupaten Majalengka tidak bisa menaikkan harga jual tahu dan tempe.

Alasannya, bila harga tahu atau tempe dinaikkan maka pelanggan atau konsumen tetap mereka akan kabur” dan tidak kembali. Pertimbangan itu membuat para perajin tahu tempe tetap memilih harga normal.

Salah seorang perajin tahu tempe di Cisambeng, Uhan mengatakan saat ini karena harga kacang kedelai naik di angka Rp12.800 per kilogram dan membuat produksi tempe dan tahu dikurangi. Biasanya dia produksi 10 kuintal sehari, kali ini hanya 8 kuintal.

“Harga kacang kedelai naik, kita kewalahan untuk membeli bahan baku pembuatan tahu dan tempe. Lebih baik kami kurangi produksinya dulu," ungkapnya, Kamis, (29/9).

Uhan menambahkan, “dia dan sejumlah pengusaha tahu dan tempe di Cisambeng Kecamatan Palasah tidak berani menaikkan harga tahu dan tempe. Mereka khawatir konsumen yang telah terjalin selama puluhan tahun lari dan berpindah ke tangan penjual lain.

Kita tïdak berani naikkan harga tahu dan tempe. Kita takut pelanggan akan pada lari. Kalaupun mau naik, biasanya kita rembukan dulu dengan sesama pengusaha tahu, biar seragam,” ujarnya.

Hal senada diungkapkan pengusaha tahu tempe lainnya, Maman. Dia mengatakan harga kacang kedelai memang terus mengalami kenaikan. Apalagi saat ini terus dipicu oleh kenaikan harga BBM, sehingga berimbas pada naiknya sejumlah barang kebutuhan pokok.

“Tahu dan tempe itu merupakan alternatif masakan di dapur. Jika tidak bisa beli daging, masyarakat terutama ibu rumah tangga lebih sering membeli tahu dan tempe karena lebih merakyat,” ungkapnya.

Bicara tahu dan tempe yang dihubungkan dengan harga kacang kedelai yang kini terus melambung, membuat pihaknya bingung karena tidak bisa menaikkan harga jual seenaknya saja.

"Di sini kami lebih memperhatikan pelanggan dan konsumen, meskipun pada hakekatnya kami pun bingung dengan harga-harga yang terus merangkak naik,” ungkapnya.

Sementara itu, mayoritas ibu rumah tangga di wilayah Kabupaten Majalengka lebih memilih tahu tempe untuk lauk. Warga Cisambeng sebagi sentra produksi tahu dan tempe saja, sebagian besar masih tetap mengkonsumsi tahu tempe.

“Hampir setiap hari saya makan tau dan tempe. Selang seling juga sih. Kadang sehari dengan tahu. Hari lainnya dengan tempe. Itu enak asalkan dengan cara memasak yang terus berbeda, jadi tak membosankan. Itu lebih nikmat dan murah juga bergizi,” ujar Ratna, warga setempat.

Ibu lainnya, Hadijah juga mengatakan hal yang sama. Keunggulan tahu Cisambeng yakni bila dimasak dalam keadaan setengah matang. Ketika dimasak hanya dengan minyak goreng tanpa campuran bahan lain kecuali garam dan penyedap rasa, maka tahu yang dicampur sambal dadak bisa menjadi masakan paling enak.

“Biasanya anak saya, jika bosan dengan telur, maka pasti saya kasih goreng tahu dan tempe. Goreng setengah matang dicampur sambal dadak dengan kecap, itu sudah oke. Asalkan disajikan selagi hangat,” ungkap warga Cisambeng Majalengka.

Namun kenaikan harga kedelai, kini membuat perajin tahu tempe di Majalengka menjerit, termasuk juga para konsumen. (hsn)

Sumber: